Rabu, 13 Februari 2013

The Dynamic Library: Sebuah Konsep Pengembangan Perpustakaan

Perpustakaan sebagai sebuah lembaga yang bertanggungjawab dalam penyediaan dan pemenuhan kebutuhan informasi dan bahan pustaka tentunya tidak ada yang meragukan arti penting kehadirannya di tengah masyarakat. Sosok  perpustakaan menjadi suatu hal yang “sudah” wajib ada di suatu wilayah atau daerah institusi, terlebih di lembaga pendidikan,. Ungkapan “Perpustakaan merupakan jantungnya sekolah”, “Perpustakaan simbol intelektual dan akademis daerah”, “Perpustakaan sebagai pilar utama pendidikan” sering didengar. Walau pada kenyataannya seringkali perpustakaan tidak mendapatkan perhatian sepenting peranannya. Tidak sedikit keberadaan perpustakaan hanya dipandang sebagai sarana pelengkap, yang penting ada.
Perpustakaan Kota Yogyakarta
Hal ini dapat dilihat dari pemilihan lokasi perpustakaan, pengelolaan sampai pada keberpihakan. Banyak perpustakaan daerah yang gedungnya bukanlah didesain untuk perpustakan, namun hanya memanfaatkan ruang/gedung yang tidak terpakai lagi, sehingga letaknyapun jauh dari strategis dari akses masyarakat. Tidak kalah memprihatinkan, tidak sedikit perpustakaan sekolah yang rak-rak bukunya ditempatkan di lorong antar ruang yang sempit atau sekedar sekat ruangang ala kadarnya. Sehingga tidak mengherankan, apabila di beberapa (atau banyak?) perpustakaan akan terlihat kuno, “serem” dan sepi pengunjung. Dan pada akhirnya perpustakaan akan semakin ditinggalkan masyarakat sasarannya. Apabila dibiarkan, maka keberadaan perpustakaan hanya akan menjadi gudang buku lusuh dan tidak dikenal masyarakat. Hal ini terjadi, karena adanya anggapan bahwa perpustakaan hanya berkaitan dengan pengolahan buku.
Pada dasarnya, perpustakaan tidak hanya berfungsi dalam pemenuhan kebutuhan informasi dan bahan pustaka masyarakat. Perpustakaan tidak hanya “bekerja” dalam kerangka pengadaan dan pengolahan bahan pustaka. Lebih dari itu, perpustakaan adalah area publik yang berperan sebagai pusat sumber belajar (learning center) dan juga pusat komunitas (community center). Dengan paradigma tersebut, pengembangan perpustakaan untuk menjadi area publik yang digemari dan bermanfaat bagi masyarakat merupakan suatu keharusan.
Dari keprihatianan tersebut, Perpustakaan Kota Yogyakarta mencoba menerapkan konsep perpustakaan modern dengan brand “The Dynamic Library”. Konsep yang menempatkan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar dan ruang publik yang ramah dan menyenangkan, lebih jauh, konsep tersebut dikembangkan dalam upaya mengikis paradigma masyarakat bahwa perpustakaan “hanyalah” sebuah gedung yang senyap dengan buku-buku yang tersusun rapi di raknya serta orang-orang yang duduk tenang membaca. Perpustakaan bukan lagi hanya kumpulan koleksi buku-buku yang bisa dibaca dan dipinjam, namun sebuah wahana yang dinamis, dengan kegiatan-kegiatan yang bermuara pada peningkatan minat baca serta ilmu pengetahuan.
Pada awalnya banyak kalangan, bahkan sebagian teman-teman pustakawan menganggap konsep tersebut “keluar dari pakem”. Namun, syukurlah, anggapan tersebut tidak berlangsung lama, dengan pengembangan kegiatan “The Dynamic Library”, angka kunjungan perpustakaan, sebagai salah satu indikator kinerja perpustakaan kian meningkat, hal inilah yang lambat laun membuat konsep tersebut dapat diterima.
Untuk menjalankan konsep “The Dynamic Library” ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan, dari promosi dengan program kegiatan melalui jalinan media, diversifikasi program yang menarik, penguatan kelembagaan baik sistem maupun SDM. Kami bersyukur, dalam waktu sekitar dua tahun, konsep yang kami jalankan sepertinya telah sedikit banyak mengubah “wajah” perpustakaan sehingga masyarakatpun mulai banyak memanfaatkan perpustakaan untuk berbagai aktifitas. Hal ini ditunjukkan dengan kunjungan dan peminjaman yang terus meningkat. Di awal penerapan konsep tersebut (Januari 2009) kunjungan perhari hanya sekitar 30-an orang, namun sekarang (Maret 2011) kunjungan perpustakaan sudah mencapai 300 orang perhari.
Dari indikator kunjungan, kami menganggap konsep “The Dynamic Library” membawa “keberhasilan” pengembangan perpustakaan, meskipun belum ada kajian secara khusus tentang hal tersebut. Pendapat berbagai kalangan yang sempat memberikan testimoni baik melalui media maupun lisan tentang perkembangan perpustakaan juga sejalan dengan pendapat kami.
Berangkat dari konsep perpustakaan dinamis dan sejalan dengan tugas dan fungsinya, Perpustakaan Kota Yogyakarta mengembangkan program kegiatan yang bertumpu pada empat pokok kegiatan, yaitu: pengelolaan atau manajemen koleksi, layanan masyarakat, pembinaan perpustakaan dan pengembangan perpustakaan. Keempat pokok kegiatan tersebut dilaksanakan secara simultan dan berkelanjutan dengan berdasar pada kebutuhan dan minat masyarakat.
Manajemen Koleksi
Walau bagaimanpun juga koleksi bahan pustaka merupakan core dari sebuah perpustakaan, sehingga pengembangan perpustakaan tidak terlepas dari pengayaan koleksi baik jumlah eksemplar maupun judul bahan pustaka. Namun yang lebih penting sebenarnya adalah bagaimana pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka. Hal ini sangat berkaitan dengan kebutuhan pemustaka dan ketersediaan ruang koleksi. Anggapan bahwa majunya sebuah perpustakaan dilihat dari statistik jumlah koleksi kiranya tidak selalu sesuai. Jumlah koleksi yang banyak, namun tidak dapat dimanfaatkan atau tidak sesuai dengan kebutuhan pemustaka tentunya bukan hal yang diinginkan.
Pengayaan bahan pustaka berawal dari proses pengadaan, yang tentunya dimulai dari pemilihan jenis dan judul bahan pustaka. Dalam pemilihan bahan pustaka setidaknya ada 3 hal yang perlu diperhatikan, yaitu visi pengembangan koleksi, analisis kebutuhan bahan pustaka dan tren bahan pustaka. Visi pengembangan koleksi sejalan dengan visi pengembangan perpustakaan secara umum. Perpustakaan Kota Yogyakarta adalah sebuah perpustakaan umum yang melayani semua kalangan dari segala usia dengan latar belakang yang sangat heterogen, sehingga bahan pustaka yang disediakan juga harus memenuhi kebutuhan mereka. Namun karena berbagai keterbatasan, maka analisis kebutuhan bahan pustaka menjadi sangat urgen untuk menentukan skala prioritas.
Analisis kebutuhan bahan pustaka dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan melihat statistik peminjaman bahan pustaka berdasarkan kelas, menjaring aspirasi dari pemustaka dengan pengisian angket juga dapat dilakukan. Disamping analisis tersebut, tanggap terhadap tren minat masyarakat terhadap buku juga penting untuk dilakukan. Buku-buku best seller apabila dapat disediakan di perpustakaan secara update tentunya menjadi daya tarik tersendiri.
Layanan Masyarakat
Perpustakaan adalah lembaga layanan publik, dengan bahan pustaka dan informasi sebagai produk layanannya. Dengan beragam dan heterogennya masyarakat yang harus dilayani, maka keragaman program menjadi suatu keharusan yang merupakan bagian dari penerapan konsep “The Dynamic Library”. Secara sederhana, penampilan fisik gedung, ruang dan petugas perpustakaan harus welcome dan nyaman bagi para pengunjung. Walau sebagai “konsekuensi logis” dari hal tersebut, kesunyi-senyapan ruang perpustakaan yang selama ini menjadi ciri perpustakaan secara umum, tidak ditemui lagi di Perpustakaan Kota Yogyakarta. Namun beruntung, selama ini belum ada keberatan dan keluhan dari para pengunjung, sepertinya semua sudah terbiasa dan maklum dengan keadaan tersebut.
Pelayanan, dalam sebuah lembaga layanan publik dapat dikatakan menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan. Demikian pula bagi perpustakaan, baik buruknya  citra sebuah perpustakaan dapat dilihat dari layanannya. Perpustakaan akan dinilai berhasil jika mampu memberikan layanan yang terbaik sehingga pemustaka akan selalu datang untuk memanfaatkan perpustakaan dengan seoptimal mungkin. Maka, disamping penampilan, pengembangan sistem layanan dan diversifikasi layanan juga harus dilakukan.
Sistem layanan perpustakaan yang berbasis teknologi banyak berkembang dewasa ini, tentunya semakin memudahkan dan mempercepat layanan. Namun, interaksi dan komunikasi antara petugas perpustakaan dan pemustaka tak harus ditinggalkan. Interaksi dan komunikasi yang baik dan ramah akan mempererat “jalinan batin” pemustaka dengan perpustakaan. Hal ini yang sering ditinggalkan atas alasan penerapan teknologi digital.
Macam layanan juga semakin dikembangkan seiring berkembangnya teknologi, diantaranya semakin ditingkatkannya layanan hotspot dan line internet PC. Sebagai bentuk kepedulian terhadap penyandang difabel, layanan blind corner yang merupakan layanan khusus diperuntukan bagi penyandang tuna netra juga dikembangkan berbasis teknologi digital. Sedangkan untuk menghimpun dan menyalurkan buku dari dan ke masyarakat, Perpustakaan Kota Yogyakarta juga mengembangkan apa yang disebut Bank Buku, yang kabarnya merupakan satu-satunya layanan yang dikembangkan oleh perputakaan di Indonesia.
Bank Buku adalah sebuah wadah yang disediakan bagi masyarakat untuk dapat menyumbangkan buku yang kemudian akan didistribusikan untuk dapat dimanfaatkan secara luas bagi yang membutuhkan. Diharapkan dengan adanya Bank Buku dapat mengurangi kesenjangan sosial antara masyarakat dalam hal pemenuhan dan ketersediaan akses terhadap buku.
Bank Buku yang usianya baru genap satu tahun ternyata mendapat sambutan yang baik dari masyarakat, terbukti dengan banyaknya sumbangan buku yang masuk dan banyak pula permintaan baik dari lembaga sekolah maupun komunitas masyarakat. Tidak kurang dari 10.000 eksemplar buku layak baca, baik secara fisik maupun konten sudah berhasil dikumpulkan dan disalurkan dalam waktu satu tahun, hal ini setara dengan sepuluh kali lipat pengadaan buku yang dibiayai oleh Pemerintah dalam setahun. Potensi Bank Buku sangat layak untuk dikembangkan dan diteruskan sebagai suatu mekanisme peredaran dan perputaran buku di masyarakat untuk mengoptimalkan daya guna sebuah buku.
Pembinaan Perpustakaan
Fungsi perpustakaan sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi memiliki peran yang besar dalam peningkatan dan pengembangan budaya literasi mayarakat. Dengan berbagai fungsi yang diharapkan dapat dilaksanakan, perpustakaan umum yang dikelola pemerintah, tentunya tidak hanya berkutat pada pengembangan perpustakaannya semata. Keberadaan perpustakaan masyarakat, perpustakaan sekolah dan perpustakaan instansi juga tidak boleh luput dari perhatian dan pembinaan. Hal ini mengingat perpustakaan-perpustakaan tersebut merupakan mitra dalam pengembangan budaya literasi masyarakat.
Dalam pembinaan perpustakaan sekolah, komunikasi dengan kepala sekolah, sebagai penentu kebijakan harus senantiasa dijalin dengan baik, upaya meningkatkan perhatian dan kepedulian kepala sekolah sangat ditekankan, dalam pengamatan sederhana, maju tidaknya dan baik tidaknya perpustakaan sekolah banyak bergantung pada kebijakan dan kepedulian kepala sekolah. Disamping tentunya pembinaan secara teknis dan pengembangan wawasan petugas perpustakaan juga dilakukan, baik dalam bentuk bimbingan teknis, pelatihan maupun visitasi ke sekolah.
Perpustakaan masyarakat atau yang sering dikenal dengan sebutan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) berkembang dengan baik di wilayah Kota Yogyakarta. Saat ini terdapat sekitar 175 TBM yang berdiri, namun belum semua TBM terkelola dengan baik, kendala SDM dan kurangnya bahan pustaka masih menjadi alasan primadona. Hal ini menuntut perhatian dan pembinaan yang lebih intensif. Mengingat banyaknya TBM yang ada, konsep pembinaan TBM yang dikembangkan adalah kemitraan, yaitu 15 TBM yang dinilai baik dan unggul terutama dalam hal pengelolaannya ditunjuk sebagai TBM Pendamping dan percontohan bagi TBM lainnya yang berada dalam satu kecamatan.
Dalam setiap pembinaan, baik perpustakaan sekolah maupun TBM, konsep “The Dynamic Library” dalam pengelolaan sebuah perpustakaan senantiasa ditularkan.
Pengembangan Perpustakaan
Konsep The Dynamic Librarypada dasarnya adalah memberikan ruh pada aktivitas perpustakaan. Mengubah paradigma dan pandangan masyarakat tentang keberadaan dan citra perpustakaan tidak dapat dicapai hanya dengan mencukupkan bahan pustaka. Kegiatan yang dapat menarik masyarakat untuk berkunjung ke perpustakaan penting untuk dilakukan. Konsep awal bukanlah mengajak orang untuk membaca dan meminjam buku, namun membuat orang tertarik dan nyaman berada di perpustakaan, bak kata pepatah “tak kenal maka tak sayang”.
Promosi dan publikasi perlu dilakukan untuk menginformasikan keberadaan, layanan dan kegiatan perpustakaan. Kegiatan promosi tidak semata dilakukan dengan penyebaran brosur dan leaflet, namun diselenggarakannya berbagai kegiatan dengan kemasan yang menarik, dan bertepatan dengan event-event hari besar nasional maupun keagamaan, disamping kegiatan rutin bulanan atau mingguan yang terencana dan terjadwal serta sudah diinformasikan sejak awal melalui kalender kegiatan perpustakaan merupakan salah satu bentuk promosi yang efektif untuk “memaksa” masyarakat berkunjung ke perpustakaan.
Jalinan kerjasama dengan media massa merupakan “garda depan” dalam menaikkan citra perpustakaan. Dengan pemberitaan positif di media massa tentang perpustakaan dengan segala aktivitasnya, tidak hanya berfungsi sebagai alat promosi, namun juga berfungsi sebagai akuntabilitas publik akan kegiatan yang dilaksanakan. Memahami cara kerja dan kebutuhan media, tidaklah sulit menjalin sinergi dengan mereka. 

Untuk membuat sebuah perpustakaan menarik dikunjungi, maka dalam mengelolanya harus berani melakukan inovasi dan variasi program kegiatan yang memang dibutuhkan masyarakat, tanpa melupakan tugas-tugas pokoknya. Mengajak mayarakat berkunjung, tidak harus selalu dilakukan dengan ajakan untuk membaca, namun dengan menawarkan program-program yang menarik masyarakat. Bersinergi dengan media masa juga merupakan langkah strategis dalam meningkatkan citra ditengah masyarakat. Namun sebagai pemeran utama pengembangan perpustakaan haruslah ditopang oleh SDM yang mempunyai komitmen tinggi untuk bekerja sepenuh hati. (fie')

Tidak ada komentar:

Gantari: Pusat Unggulan Naskah Kuno di Perpustakaan Kota Yogyakarta

Selayang Pandang Pusat Unggulan Naskah Kuno Gantari , yang bernaung di bawah Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta, merupakan ini...