Kamis, 05 Desember 2013

Koridor Kearifan Lokal dalam Pengembangan Taman Pintar Yogyakarta sebagai Science Center

Indonesia adalah negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau, terbagi menjadi 34 propinsi dengan jumlah penduduk 240 juta jiwa, menjadikan Indonesia kaya dengan keanekaragaman budaya dan adat istiadat. Selain itu, Indonesia juga terdiri lebih dari 700 bahasa daerah dan lebih dari 300 suku bangsa yang eksis berkembang dan hidup dalam adat dan kebiasaannya masing-masing. Namun keanekaragaman tersebut tidak menjadi penghalang bagi kemajuan, bahkan menjadi modal dan alat pemersatu bangsa. Hal ini dikarenakan sikap toleransi dan saling menghargai yang kental dalam kehidupan di Indonesia. Dibawah naungan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” (berbeda-beda namun tetap satu) menjadikan keanekaragaman yang ada dapat berkembang berdampingan tanpa meninggalkan identitas dan kearifan lokalnya.
Ditengah-tengah kebhinekaan budaya dan adat istiadatnya, diharapkan keduanya dapat berkolaborasi secara serasi ditengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia dalam mencapai kemajuan bangsa. Artinya, dalam menjaga eksistensi budaya dan adat istiadat tidak menjadi penghambat perkembangan ilmu dan pengetahuan dalam kancah percaturan global, dan sebaliknya perkembangan ilmu pengetahuan tidak mematikan eksistensi budaya dan adat istiadat lokal yang ada.
Terlebih lagi Kota Yogyakarta, yang sering dapat dikatakan sebagai miniatur Indonesia karena banyaknya pelajar dan mahasiswa dari seluruh Indonesia menuntun ilmu disini. Dengan budaya dan adat istiadat Jawa yang sangat kental, keluasan berfikir dan toleransi yang tinggi sangat diperlukan bagi warga masyarakatnya.
Hal ini sangat disadari oleh Taman Pintar Yogyakarta, sebagai sebuah science center yang berada di jantung kota Yogyakarta, sebuah kota yang dikenal sebagai Kota Pendidikan dan Budaya, mempunyai fungsi yang sangat strategis dalam mengembangkan dan memotivasi masyarakat pada umumnya dan pelajar serta generasi muda pada khususnya, untuk mengenal, memahami dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam koridor budaya asli daerahnya. Taman Pintar diharapkan dapat menjadi koridor yang dapat membingkai dan menuntun masyarakat dalam memahami dan mengambil kemanfaatan kemajuan teknologi untuk mempermudah dan meningkatkan kualitas hidup bangsa.

Sekilas Taman Pintar Yogyakarta
Taman Pintar Yogyakarta yang merupakan lembaga layanan publik dibawah Pemerintah Kota Yogyakarta, pertama dibangun dan didirikan pada tahun 2004. Gagasan pembangunan Taman Pintar dimaksudkan untuk menghadapi realitas perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi, serta adanya komitmen pemerintah Kota Yogyakarta dalam meningkatkan mutu pendidikan bagi masyarakat dan para pelajar pada khususnya. Hal ini tidak terlepas dari ikon Yogyakarta sebagai kota pendidikan dan budaya, sehingga pada saat itu Taman Pintar Yogyakarta merupakan ikon baru bagi Kota Yogyakarta.
Mengambil visi sebagai wahana ekspresi, apresiasi dan kreasi sains dalam suasana yang menyenangkan, Taman Pintar memiliki tujuan untuk menumbuhkembangkan minat anak dan generasi muda terhadap sains, melalui imajinasi, percobaan dan permainan dalam rangka pengembangan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. Sehingga tidak berlebihan jika motto ”mencerdaskan dan menyenangkan” sangat lekat dalam setiap wahana dan media pembelajaran sains yang ada.
Berlokasi di jantung kota, Taman Pintar terletak di pusat aktivitas pemerintahan, ekonomi, dan pusat pariwisata Yogyakarta. Dengan letaknya yang strategis, maka akses ke Taman Pintar dapat dikatakan cukup mudah dari segala penjuru. Disisi lain, dengan kondisi tersebut, Taman Pintar tidak memiliki lahan dan ruang yang cukup luas untuk dilakukan pengembangan atau perluasan.
Saat ini Taman Pintar hanya menempati lahan seluas 1,2 hektar (12.000m2) yang terdiri dari  12.200m2 luas lantai bangunan  dengan 5.600m2 tapak bangunan, dan 4.400m2 lahan terbuka.  Dengan lahan yang relatif sempit, maka strategi pengembangan untuk mencapai keberagaman wahana dan media pembelajaran yang semakin lengkap, dilakukan secara inovatif dan kreatif, dengan tetap mempertahankan suasana yang mencerdaskan dan menyenangkan.
Suasana tersebut sudah terlihat mulai dari area penyambutan, playground, gedung, sampai pada media pembelajaran dan alat peraganya. Terdapat 5 gedung di Taman Pintar, yaitu 2 buah gedung utama yang terdiri dari gedung oval dan gedung kotak, serta 3 gedung pendukung yaitu gedung memorabilia, gedung pendidikan anak usia dini, serta gedung planetarium. Didalamnya terdapat 46 wahana atau zonasi yang merupakan pengembangan dari 6 kluster ilmu pengetahuan, dan 1.273 unit media pembelajaran atau alat peraga yang hampir kesemuanya dirancang interaktif bagi para pengunjung.
Disamping menyediakan sarana pembelajaran berupa media dan alat peraga pendidikan sains, Taman Pintar juga menyelenggarakan beragam program kegiatan pengembangan sains. Hal ini dimaksudkan untuk mengopimalkan fungsinya sebagai science center, dan lebih luas lagi merupakan implementasi dari filosofi Ki Hajar Dewantara, yaitu niténi – niroaké – nambahi. Program kegiatan yang dikembangkan sangat beragam dan disesuaikan dengan sasaran serta tujuannya, ada yang bersifat rutin harian, berkala mingguan dan ada pula yang bersifat tahunan ataupun insidental.
Sebagai contoh, workshop singkat membatik, membuat dan melukis gerabah serta Hand on Science, merupakan contoh program yang dilaksanakan secara rutin setiap hari. Program one earth dan edukasi nutrisi dilaksanakan mingguan, sedangkan workshop dan kontes robot serta roket air merupakan event tahunan.
Sasaran utama pengunjung Taman Pintar adalah anak dan pelajar usia 2 sampai dengan 18 tahun. Namun dari statistik terakhir, masyarakat diluar usia tersebut juga menikmati dan mendapat pengalaman serta pemahaman baru tentang sains. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kunjungan Taman Pintar yang mencapai 1 juta pengunjung tiap tahunnya, dan 28% diantaranya adalah masyarakat usia dewasa.
Kearifan Lokal dan Maknanya bagi Masyarakat Indonesia
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan keragaman budaya dan adat istiadat, terletak diantara 2 benua dan 2 samudera, dengan 5 pulau besar yaitu pulau Kalimatan, Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Papua, yang masing-masing pulau terdapat sekian banyak suku bangsa.Tidak mengherankan jika berkembang pula budaya dan adat istiadat pada masing-masing pulau tersebut. Budaya, adat istiadat dan kebiasaan tersebut kemudian berkembang menjadi “nilai-nilai baik dan kebijaksanaan” yang kemudian dikenal sebagai kearifan lokal.
Secara sederhana, kearifan lokal dapat diartikan sebagai nilai-nilai budaya yang baik dalam suatu masyarakat, yang muncul sebagai bentuk adaptasi terhadap alam dan lingkungan tempat tinggalnya, yang diajarkan secara turun temurun dan kemudian diimplementasikan serta tercermin dalam kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa kearifan lokal merupakan pengetahuan lokal yang sudah sedemikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma dan budaya serta diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama.
Pemahaman budaya dalam konteks kearifan lokal tidak terbatas pada budaya kesenian, misalkan tari-tarian dan alat musik, maupun kerajinan tangan atau ritual upacara daerah, namun kepercayaan, sikap hidup, konsep, filosofi sampai pada teknologi juga termasuk didalamnya.
Bagi bangsa Indonesia, kearifan lokal tentunya tidak hanya diartikan dalam makna kedaerahan yang sempit, namun secara lebih luas, kearifan lokal juga mengarah pada nilai-nilai budaya Indonesia. Secara umum, muatan budaya lokal juga tumbuh sebagai sumber budaya nasional, yang dapat diterima atau setidaknya dipahami oleh masyarakat Indonesia secara luas.
Koridor Kearifan Lokal dalam Pengembangan Taman Pintar Yogyakarta
Kearifan lokal tentang keindonesiaan juga sangat kental ditemui di Taman Pintar, baik secara filosofis maupun fisik. Koridor kearifan lokal pada pengembangan Taman Pintar sudah direncanakan sejak awal pendiriannya, hal ini dimaksudkan bahwa nilai-nilai kearifan lokal dapat sejalan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak bersanding, namun antara keduanya dapat saling mengisi dan mendukung perkembangan masing-masing.
Disamping sebagai paradigma yang mewarnai pengembangan Taman Pintar, kearifan lokal juga tercermin dalam materi atau isi pada pengembangan konten dan wahana atau zona. Hal ini sebagai upaya mengenalkan nilai-nilai dan budaya lokal pada genarasi muda secara langsung, mengingat diakui atau tidak, pemahaman tentang budaya dan sejarah bangsa sudah mulai terkikis di kalangan generasi muda, terlebih dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang hampir tidak terbendung.
Secara filosofis, nilai kearifan lokal dapat dilihat dari pendekatan pengembangan, logo dan maskot Taman Pintar. Pendekatan yang digunakan dalam pengembangan wahana dan media pembelajaran, Taman Pintar mengadopsi filosofi pembelajaran dari salah satu ajaran Ki Hajar Dewantara, yang merupakan Bapak Pendidikan Indonesia, yaitu: niténi (memahami), niroaké (mencontoh) dan nambahi (mengembangkan). Pendekatan ini diejawantahkan  dalam pola sirkulasi, wujud susunan wahana, maupun materi isi serta media pembelajaran yang ada.
Niténi berarti menandai dengan cara memperhatikan secara seksama dengan menggunakan seluruh indra. Niroaké berarti menirukan apa yang telah difahami dari proses niteni, sedang nambahi berarti menambah apa yang telah difahami dari dua proses sebelumnya untuk membuatnya lebih baik atau menyempurnakan. Dalam konteks pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ajaran ini mengandung makna bahwa ilmu dapat diperoleh dengan mempelajari ilmu yang sudah ada, memilih yang diperlukan dan kemudian diperkaya dan dikembangkan sesuai dengan kearifan lokal budaya Indonesia, sehingga menghasilkan ilmu pengetahuan, pendidikan dan budaya yang unik yang mengakar pada budaya bangsa Indonesia.
Adapun Logo Taman Pintar merupakan penyederhanaan dari bentuk kembang api, yang merupakan simbolisasi dari intelegensi dan imajinasi. Dalam bahasa Jawa, kembang api menggambarkan “mlethik” dan “padhang mak byar”, yang artinya pintar dan cerdas. Adapun maskot Taman Pintar adalah “Tepi”, seekor burung hantu yang menggunakan blangkon (penutup kepala khas budaya Jawa) dan membawa tas. Sebagaimana diketahui bahwa burung hantu merupakan lambang ilmu pengetahuan dan mampu mewakili fungsi Taman Pintar sebagai wahana apresiasi, ekspresi dan kreasi sains bagi masyarakat. Sedangkan blangkon menunjukkan identitas lokal budaya Jawa.

Penanaman Nilai-Nilai Kearifan Lokal pada Wahana di Taman Pintar
Sejak memasuki gerbang Taman Pintar, pengunjung disambut dengan prasasti yang bertuliskan “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati para pemimpin dan pahlawannya”. Prasasti tersebut terletak tepat di belakang pintu masuk Taman Pintar memberikan pesan kepada generasi muda untuk menghargai jasa pahlawan dan pemimpinnya. Disamping sebagai penghargaan bagi para pahlawan dan pemimpin, prasasti tersebut juga mengandung makna untuk memotivasi generasi muda agar mengisi kemerdekaan yang telah diupayakan oleh para pejuang dan pahlawan pada masa lalu.
Satu kesatuan dengan prasasti, pada kedua sisi jalan gerbang utama terdapat “Tapak Presiden”. Sebuah bangunan yang disisi depannya tercetak telapak kaki dan tangan Presiden Indonesia, dan bingkai besi yang ditempa dengan pola gambaran atau motif “pamor”. Pamor adalah pola atau gambaran tertentu berupa garis, lengkungan, lingkaran, noda, titik atau belang-belang yang tampak pada permukaan bilah keris atau tombak. Pola tersebut tampak dengan teknik tempa pada pembuatan keris atau tombak, dan dalam catatan sejarah, tidak ada bangsa lain selain Indonesia yang mengenal seni tempa senjata berpamor sebelum abad ke-10. Sehingga dapat dikatakan bahwa teknik tempa ini merupakan keterampilan khas Indonesia, khususnya Pulau Jawa.
Disamping secara fisik menunjukan bangunan dengan kearifan lokalnya, “Tapak Presiden juga disertai rekaman pesan singkat dalam bentuk audio yang akan aktif secara otomatis jika tersentuh pada cetakan logam telapak tangan dan kaki pada masing-masing tokoh tersebut. Hal ini dimaksudkan agar pengunjung mengenang dan menghargai betapa di atas langkah-langkah kaki dan tangan-tangan mereka, bangsa Indonesia selama ini di “jalankan”. Disini juga diajarkan, meskipun pemimpin bangsa Indonesia berasal dari latar belakang dan daerah yang berbeda-beda, namun tetaplah berkarya bagi satu bangsa Indonesia.
Setelah melewati tapak presiden, persis di tengah-tengah di depan pintu gedung utama Taman Pintar berdirilah dengan kokoh “Gong Perdamaian Nusantara” yang ditopang oleh suatu bentuk gunungan dalam pewayangan dan dibawahnya tertanam tanah dari 34 propinsi di Indonesia. Dalam gong perdamaian nusantara terpahat dengan indah peta Indonesia ditengah-tengahnya, dan dikelilingi simbol atau lambang 5 kepercayaan yang diakui di Indonesia serta lambang daerah dari 34 propinsi dan 444 kabupaten dan kota  yang ada di Indonesia yang kesemuanya dapat berdampingan secara indah dan serasi dalam suatu media “Gong”.
Bagi bangsa Indonesia khususnya Jawa, gunungan dan gong adalah dua buah benda yang sarat makna dan filosofi kearifan lokal. Keduanya merupakan perangkat yang selalu ada dalam sebuah pagelaran wayang. Sebuah pertunjukkan yang biasa dimainkan untuk memberi nasihat pada masyarakat melalui kisah kehidupan yang sarat nilai dan filsafat.
Gunungan berbentuk kerucut melambangkan kehidupan manusia, semakin tinggi ilmu akan semakin bijaksana dalam menjalani hidup. Disamping itu, gunungan juga memuat ajaran agar manusia meneladani alam yang bersifat memberi dan tidak membeda-bedakan  dan bertindak selaras. Adapun gong adalah salah satu jenis musik tradisional dalam perangkat gamelan yang biasa dimainkan pada akhir ketukan yang melambangkan doa kepada yang mahakuasa, sekaligus menjadi pengingat akan jati diri manusia.
Masih di halaman terbuka Taman Pintar, di salah satu playground dibangun zona kehidupan desa, yang diberi nama “Desaku Permai”. Disini, pengunjung dan anak-anak dikenalkan kembali dan merasakan tatanan kehidupan desa, seperti bercocok tanam, berkebun, dan beternak, disamping juga tentang sistem irigrasi dan fungsi kentongan, lumping dan alu. Mengajarkan bahwa sejak dahulu kala, bangsa Indonesia telah memiliki sistem tatanan kehidupan sendiri secara turun temurun.
Belajar membatik di Rumah Batik Taman Pintar Yogyakarta
Tepat disamping Desaku Permai, terdapat “Rumah Batik” yang dirancang sesuai dengan model rumah tradisional Jawa, dimana pengunjung dapat mengenal dan mempraktekan proses pembuatan kain batik. Proses dimulai dari melukis kerangka desain, ngisen-ngiseni, nembok, mewarnai sampai pada nglorot. Batik merupakan salah satu identitas Indonesia.  Dengan mengetahui proses membatik, diharapkan masyarakat akan lebih mencintai dan menghargai batik yang telah diakui sebagai warisan budaya.
Gedung memorabilia adalah gedung pertama yang dikunjungi pada alur kunjungan Taman Pintar. Disebut Gedung Memorabilia, karena gedung ini dirancang secara khusus untuk menampilkan peraga pembelajaran sejarah dan budaya Indonesia, khusunya budaya Jawa. Terdapat 3 zona dalam gedung ini, Zona Sejarah Kasultanan Karaton, Zona Sejarah Pendidikan dan Zona Sejarah Presiden.
Adanya zona yang memberikan informasi terkait karaton sangat penting bagi Taman Pintar. Sebagai kota budaya, Yogyakarta memiliki warisan budaya yang adiluhung, yaitu karaton. Karaton berasal dari akar kata ka – ratu – an, yang berarti tempat tinggal ratu atau raja.Walaupun kesultanan Yogyakarta secara resmi telah menjadi bagian Republik Indonesia pada tahun 1950, kompleks bangunan karaton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini.
Terdapat maket Karaton di Zona Kasultanan Karaton, menampilkan Karaton dengan miniatur kecil beserta penjelasan tata ruang dan berbagai filosofi beserta makna dari setiap aspek kehidupan masyarakat Jawa. Pada zona ini juga, menampilkan sejarah raja-raja yang pernah memerintah wilayah ini, mulai dari Sri Sultan Hamengkubowono I sampai pada Sri Sultan Hamengkubowono X, yang terakhir merupakan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini.
Zona Sejarah Pendidikan menampilkan sejarah 3 tokoh utama pendidikan Indonesia, yaitu Ki Hajar Dewantara, KH.Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’Arie. Pemaparan tentang tokoh pendidikan Indonesia penting dan strategis bagi penanaman nilai-nilai pendidikan para pengunjung dan generasi muda.
Zona terakhir pada gedung memorabilia adalah Zona Kepresidenan. Pada zona ini menampilkan sejarah perjalanan dan perjuangan bangsa Indonesia yang terekam melalui sejarah kehidupan para presiden Indonesia, sejak Presiden pertama Sukarno, sampai pada presiden ke-6, yaitu Susilo Bambang Yuduyono yang saat ini memerintah. Zona ini merupakan pendalaman materi dari tapak presiden pada area playground. Pada zona ini, dijelaskan lebih lanjut sejarah perjuangan bangsa mulai dari awal kemerdekaan sampai pada pembangunan Indonesia pada saat ini. Disamping menampilkan foto-foto presiden dan foto-foto penting sejarah perjuangan bangsa, barang-barang milik pribadi presiden juga dipamerkan pada zona ini.

“Indonesiaku”
Dome Area Taman Pintar Yogyakarta
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, Taman Pintar memiliki 2 gedung utama yaitu gedung oval dan gedung kotak. Disebut gedung oval dan gedung kotak karena apabila dilihat dari atas, akan tampak berbentuk oval dan kotak. Beragam zona pembelajaran berada dalam dua gedung tersebut. Terdapat enam kluster pembelajaran pada kedua gedung ini, yaitu Kluster Awal Mula Kehidupan, Kluster Tata Surya, Kluster Dome Area, Kluster Jembatan Sains, Kluster Teknologi Populer dan terakhir Kluster Indonesiaku. Masing-masing kluster menampilkan materi dan informasi sesuai dengan bidang ilmu pengetahuan, yang dibagi menjadi berbagai zona.
Pengenalan dan penanaman nilai-nilai kearifan lokal pada pengunjung khususnya generasi muda secara langsung dapat dilihat dari adanya Kluster Indonesiaku, disamping juga pada area playground maupun gedung memorabilia sebagaimana disebutkan sebelumnya. Kluster “Indonesiaku” berada di Gedung Oval Taman Pintar. Pada Kluster Indonesiku, zona yang ditampilkan tidak hanya berkaitan dengan warisan budaya Indonesia, namun juga pengetahuan tentang tatanan sosial dan pemerintahan serta kondisi geografis alam Indonesia.
Terdapat beberapa warisan budaya yang juga diakui oleh UNESCO ditampilkan pada kluster Indonesiaku. Diantaranya adalah candi Borobudur, keris, wayang dan batik ,yang dikemas secara menarik dan interaktif serta disajikan dengan menggunakan teknologi ICT. Hal ini dimaksudkan bahwa, pengenalan budaya juga dapat dibarengkan dengan pengenalan teknologi modern. Disamping itu juga agar para pengunjung lebih mudah untuk memahami isi materinya, juga agar materi terkait budaya tidak terkesan membosankan dan ketinggalan jaman.
Sebagai contoh adalah Candi Borobudur,  yang merupakan salah satu warisan leluhur bangsa Indonesia yang sangat terkenal dengan kemegahan arsitekturnya yang bertingkat-tingkat, disamping juga sebagai situs yang diakui UNESCO sebagai salah satu Situs Warisan Dunia (World Heritage Site). Replika Candi Borobudur tersebut ditampilkan di Taman Pintar, tidak hanya ingin mengenalkan bentuk dan struktur bangunannya, namun juga sejarah serta filosofi yang terkandung dalam setiap sturktur bangunannya. Hal ini untuk memberikan pemahaman bahwa Borobudur tidak hanya dikagumi karena arsitekturnya, namun makna filosofis yang terkandung didalamnya juga menjadi pembelajaran bagi generasi berikutnya.
Secara filosofis, struktur bangunan Borobudur yang bertingkat-tingkat tersebut menggambarkan tingkatan perilaku manusia. Berdasarkan bagian-bagiannya, terdapat 3 tingkat yang juga mengandung makna 3 tingkatan sifat manusia, yaitu: 1) Kaki candi, yang disebut Kamadhatu atau juga ranah hawa nafsu, menggambarkan sifat manusia yang masih dikuasai nafsu duniawi atau materi; 2) Badan candi atau Rupadhatu, atau juga disebut ranah berwujud, menggambarkan sifat manusia yang sudah mulai meninggalkan keinginan duniawi, namun masih terikat oleh pengertian dunia nyata; dan tingkatan tertinggi adalah 3) Puncak candi atau Arupadhatu, atau ranah tak berwujud, mencerminkan perilaku manusia yang sudah terbebas dari hal-hal yang berbau duniawi. 
Keris, yang juga telah dikukuhkan oleh UNESCO sebagai karya Adilihung Warisan Kemanusiaan (The Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) adalah senjata sekaligus mahakarya asli Indonesia yang sarat dengan filosofi mengajarkan sifat keluhuran budi dan keberanian. Di Taman Pintar, ragam pengetahuan tentang keris ditampilkan pada Zona Keris. Nama-nama bagian keris, perkakas untuk membuatnya, ragam bentuk keris (lurus dan luk) serta fungsi yang melekat pada keris dijelaskan secara luas. Satu sisi yang sangat modern dari keris adalah teknologi pembuatannya dimana merupakan teknologi penyepuhan logam yang sudah sangat maju.
Tidak hanya keris, batik, wayang dan gamelan juga ditampilkan dalam zona-zona tersendiri. Kekayaan warisan budaya tersebut sangat penting ditampilkan di Taman Pintar, hal ini dimaksudkan agar pengunjung, khususnya generasi muda tetap dapat mengenal ragam peninggalan budaya yang adiluhung yang sekarang sudah banyak ditinggalkan dan dilupakan. Dengan mengenal dan memahami, diharapkan mereka kemudian akan termotivasi untuk mempelajari lebih lanjut, kemudian menjaga dan melestarikan dan kemudian juga dapat mengembangkan menjadi suatu budaya baru yang asli Indonesia.
Salah satu contoh kolaborasi teknologi ICT pada gamelan adalah diaplikasikannya gamelan jawa berbasis teknolgi ICT. Hal ini membuktikan bahwa ternyata budaya (alat musik jawa) yang adiluhung juga mampu ditampulkan dengan format teknologi tinggi. Selain menggugah rasa penasaran pengunjung, juga mampu menyuguhkan “nuansa” unik dan lebih menarik bagi generasi muda untuk lebih peduli terhadap gamelan.
Pengenalan tentang kearifan lokal tidak hanya ditampilkan dalam bentuk budaya, namun kondisi alam dan geografis lokal juga dikenalkan  pada masyarakat. Sebagaimana banyak diketahui bahwa, secara geografis, Yogyakarta adalah daerah rawan bencana alam. Pada bulan Mei 7 tahun silam, telah terjadi gempa dengan skala yang besar di Yogyakarta, berdasarkan data, jumlah korban mencapai 5.600 orang tewas dan 38.000 orang luka-luka. Jauh beberapa waktu silam, pada bulan Juni tahun 1867 pernah juga terjadi gempa besar di Yogyakarta, namun peristiwa tersebut tidak banyak diketahui masyarakat, sehingga antisipasi menghadapi hal tersebut sering dilupakan.
Sebagai salah satu upaya menyadarkan masyarakat bahwa Yogyakarta merupakan daerah rawan gempa, Taman Pintar mempunyai zona “cuaca, iklim dan gempa bumi”. Selain mengenalkan dan memberi informasi tentang keadaan geografis daerah lokal juga pada zona ini, pengunjung diingatkan kembali gempa 27 Mei 2006 dengan bisa merasakan kedasyatannya melalui wahana rumah gempa. Dalam wahana tersebut, pengunjung diberikan pengetahuan dan pengalaman bagamana mensikapi dan bertindak ketika terjadi gempa bumi.
Beberapa wahana yang diuraikan merupakan sebagian contoh dari banyak wahana yang secara nyata merupakan kolaborasi dari penyerapan dan penerapan teknologi didalam balutan tradisi muatan lokal yang sangat kental.
Penutup
Mempertahankan kearifan lokal atau tradisi tidak selamanya berarti ketinggalan zaman. Demikian sebaliknya, menyerap semua kemajuan ilmu pengetahuan tidak selamanya selalu membawa kemajuan. Taman Pintar berusaha menjembatani keharmonisan keduanya sehingga dapat membawa kemajuan dan kemanfaatan bagi masyarakat.
Hal ini pula yang pernah disampaikan oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (Sultan Hamengkubuwono X) dalam sabdatama (nasihat) pada acara ulang tahun ke 257 Kota Yogyakarta tanggal 8 Oktober 2013: “Untuk menjadi kota humanis, setidaknya ada dua proses yaitu inkulturasi dan akulturasi. Inkulturasi berarti semakin meresapi nilai-nilai tradisional dan mengingat jati diri, Sedangkan akulturasi adalah toleransi terhadap masuknya unsur budaya luar, jangan sampai merusak dan membuat lupa akan budaya sendiri, disamping masyarakat juga harus selalu kreatif”.

Hal tersebut sangat senada dengan apa yang saat ini dilakukan Taman Pintar dalam pengembangan aktifitas dan zona yang ada tetap berada dalam Koridor Kearifan Lokal disamping sebagai Science Center yang mencerdaskan dan menyenangkan.


1 komentar:

Bevania mengatakan...

ijin share ya mbak, thx

Gantari: Pusat Unggulan Naskah Kuno di Perpustakaan Kota Yogyakarta

Selayang Pandang Pusat Unggulan Naskah Kuno Gantari , yang bernaung di bawah Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta, merupakan ini...