Jumat, 24 Oktober 2025

Tentang Pak Anwas #6: Berbuat untuk Keindahan

Halaman depan rumah kami di Slawi tidak begitu luas, hanya lebar 2,5 meter dari pintu depan. Teras yang biasa buat saya dan temen teman main yeye atau bola bekel dan juga buat kami duduk duduk sambal jaga warung hanya sekitar 1,5 meter, dan sisanya berupa tanah, baru kemudian pagar. Pagar yang apabila sudah waktunya pengecetan, terjadi perbedaan pendapat terkait warna antara selera bapak dan ibu. Hihihi... Bapak ingin dicat warna biru dan krem, warna Muhammadiyah, kata beliau, maklum Bapak adalah Pengurus Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Tegal. Sedang ibu, penginnya warna putih, bersih kata ibu, dan selera ibu, menurun pada saya. Warna rumah ya putih. Resik. Turunan londho kata Bapak, opo opo putih.😊

Di halaman tanah, ditanami Bapak berbagai macam tumbuhan, ada pohon jambu Bangkok, pohon delima merah, pohon melati dan beberapa pohon bunga yang saya lupa apa namanya. Bapak sangat telaten dalam merawat tanaman. Hampir semua tumbuhan yang ditanam Bapak, tumbuh subur. Banyak orang bilang, tangan Bapak itu “adem”. Pohon jambu Bangkok, yang walaupun ditanam di lahan sempit sisa teras, tumbuh subur, berbuah besar-besar, banyak lagi, sehingga “panen” tidak hanya sekali dua kali, tapi sering. Bahkan tidak jarang “diambil” anak-anak sekolah yang lewat depan rumah. Saking telatennya, pohon jambunya kadang disemprot air sabun detergen untuk menghilangkan hama, ujar Bapak menerapkan resep sales deterjen SS88, merk sabun yang cukup digemari ibu-ibu kala itu. Saya dan Ita, adik saya hanya ketawa terbahak-bahak, mosok tho Pak?…

Begitu juga delima, yang walaupun tidak begitu tinggi pohonnya dengan daun yang kecil kecil dan jarang, namun sering sekali berbuah. Bahkan cukup banyak, saat buahnya masih kecilpun, sudah “dicup” kata orang Slawi atau dicim, oleh ibu-ibu yang sedang hamil muda, buat rujak tujuh bulanan katanya. Karena memang buah delima sulit ditemukan di Slawi kala itu.

Yang menjadi ingatan saya sampai sekarang adalah pohon melati yang ditanam Bapak. Bapak senang sekali dengan harum bunganya, bahkan wewangian yang dikenakan Bapak beraroma melati, merk VIVA kalau tidak salah waktu itu. Ditanam tepat disisi paling utara, dekat dengan pintu pagar. Pohon melati yang hampir setiap hari berbunga, dan hampir setiap hari juga akan saya petik dan diletakkan di meja di ruang tamu. Tak jarang juga orang yang lewat depan rumah ikut meminta dan memetiknya. Saat ini pohon jambu dan delima sudah tidak ada lagi di depan rumah, tidak demikian dengan bunga melati yang ditanam bapak, sampai sekarang masih tumbuh dan berbunga, walaupun tidak sesubur dulu. Cangkokan pohon melati itu juga yang saya bawa ke Jogja, ditanam oleh ayahnya anak-anak di dekat pagar rumah. Dahan dan rantingnya menjalar di pagar dan sesekali berbunga mengeluarkan harum melati kesukaan Bapak.

Tidak hanya di depan rumah, di foip belakang rumah, dekat dengan sumur, juga berbagai macam tanaman menjadi koleksi Bapak. Ada jenis monstera, aglonema, sansiviera, suplir, dan tanaman yang digantung-gantung yang saya tidak tahu namanya sampai sekarang. Suplir sengaja Bapak tanam khusus buat ibu, katanya, “Ibu mu ki seneng karo suplir” pernah Bapak bercerita ketika saya membantu memindahkan tanaman suplir ke pot yang lebih besar. Sehingga tak heran, setidaknya ada 4 jenis suplir yang ditanam Bapak, buat koleksi ibu.

Setiap sore, bakda ashar, saya atau kakak saya, mas Anton, bertugas menyirami semua tanaman tanaman itu, dengan ember berukuran sedang, kami siram satu satu tanaman-tanaman bapak, kalau sedang rajin, bisa bolak balik mengangkut ember untuk menyiram, biar tanamannya seger, disiram dengan menggunakan banyak air. Tapi kalau sedang “malas” atau keburu mau main, satu ember bisa untuk semua tanaman.

Tidak ada jadwal pasti, siapa yang akan bertugas menyirami tanaman, sehingga kami kadang suka lupa atau melupakan dan bermalas-malasan. Dan apabila itu terjadi, kata-kata sakti Bapak adalah "Banyak orang suka akan keindahan, tapi sedikit orang yang mau berbuat untuk keindahan". Kalimat yang hampir dihafal oleh semua anak-anaknya, bahkan oleh ibu. Kalimat yang selalu saya ingat ketika malas untuk beberes atau menata rumah, kalimat ini juga yang kadang saya ucapkan pada anak-anak apabila mereka dalam kondisi yang sama.

Apabila dicerna lebih jauh, kalimat ini sangat relevan dengan kondisi sekarang, dimana hampir semua orang menyukai keindahan, tidak hanya keindahan akan adanya tanaman dan bunga-bunga atau taman, tapi juga keindahan lingkungan yang lain, kebersihan salah satunya, tempat atau area atau ruang yang bersih, rapi dan tertata pasti akan tampak indah. Sebaliknya, tempat yang kotor akan mengurangi keindahannya.

Namun benar apa yang disampaikan Bapak, banyak orang suka akan keindahan, tapi sedikit orang yang mau berbuat untuk keindahan. Dalam masalah sampah misalnya, permasalahan kebersihan yang sedang dihadapi saat ini di hampir semua daerah. Semua orang sepakat, bahwa sampah harus diolah, pemahaman dan kesadaran akan pentingnya mengelola sampah mulai dari sumbernya sudah jamak diketahui. Prinsip 3 R (Reuse – Reduce – Recycle) dan pentingnya memilah sampah sudah cukup difahami. Yang masih kurang adalah kemauan untuk mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Aksi nyata yang disadari akan memberikan dampak pada lingkungan masih enggan dilakukan.

Apa perlu kalimat Bapak ditulis di Baliho besar, untuk mengingatkan dan menjadi slogan? 

“Banyak orang suka akan keindahan, tapi sedikit orang yang mau berbuat untuk keindahan” adalah nyata adanya. (fie’)

 


Tidak ada komentar:

Tentang Pak Anwas #9: Islam Mengajarkan Demikian

  Sabah adalah negara bagian yang kami tempati ketika tinggal di Malaysia, tidak hanya di Kota Kinabalu, Ibukota negara Bagian Sabah, bebera...