Selasa, 22 Februari 2022

Peningkatan Layanan Perpustakaan dan Kearsipan di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta: Sebuah Upaya Penguatan Kota Yogyakarta sebagai Smart City


Pengantar


Tulisan ini merupakan makalah yang ditulis pada saat mengikuti Seleksi JPT Pemerintah Kota Yogyakarta dalam jabatan Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta tahun lalu. Makalah ditulis on spot dan tema yang diberikan pada saat itu juga. Bisa dijadikan sebagai contoh bagi bapak/ibu yang ingin mencoba mengikuti Seleksi JPT. Sungguh pengalaman yang menarik. 

Selamat membaca. 😉


LATAR BELAKANG

Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau RPJMD untuk periode tahun 2017 sampai dengan tahun 2022, disebutkan bahwa terdapat 4 (empat) target atau indikator kinerja pada bidang perpustakaan, yaitu 1) Rasio jumlah perpustakaan 2) Rasio jumlah perpustakaan per 10.000 penduduk; 3) Jumlah pengunjung perpustakaan dan 4) Jumlah koleksi buku yang tersedia. Sedang dalam bidang kearsipan, indikator kinerja adalah banyaknya jumlah OPD yang melaksanakan kearsipan secara baku dan peningkatan SDM kearsipan di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta. Kedua indikator kinerja yang tertuang dalam RJPMD tersebut menjadi kewajiban bagi Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta.

Dari indikator kinerja tersebut, dapat disimpulkan bahwa layanan pada Dinas Perpustakaan dan Kerasipan Kota Yogyakarta memiliki 2 sasaran yang berbeda. Pada bidang perpustakaan, sasaran layanan adalah masyarakat secara umum atau layanan publik, sedangkan dalam bidang kearsipan, sasaran layanan lebih pada pembinaan dan peningkatan kualitas pengelolaan arsip di lingkungan pemerintahan. Sehingga pendekatan dan strategi yang dikembangkan juga harus berdasarkan pada tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.

Bersyukur bahwa saat ini, Pemerintah Kota Yogyakarta sudah mengembangkan konsep Smart City pada arah pembangunan dan layanan kepada masayarakat, dimana konsep  smart and liveable city tidak hanya ditujukan untuk kemudahan pengelolaan pemerintahan namun juga akses yang lebih mudah bagi warga masyarakatnya atas layanan pemerintah dengan pemanfaatan teknologi informasi, namun juga kondisi nyaman dengan layanan publik yang memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Tak terkecuali pada bidang perpustakaan dan kearsipan dengan adanya aplikasi JSS (Jogja Smart Service) lebih memudahkan bagi dinas untuk memberikan dan mengembangkan layanannya.

E-office, misalnya sedikit banyak telah memberi kemudahan baik bagi OPD dalam pengelolaan kearsipannya, paling tidak pengelolaan arsip dinamis aktifnya, walaupun masih dirasa perlu untuk dikembangan yang lebih lanjut, kegiatan kearsipan mulai penciptaan, pengelolaan, sampai pada temu kembali sudah dapat dilaksanakan dengan baik.

Sedangkan dalam bidang perpustakaan, adanya website dan aplikasi terkait perpustakaan digital semakin memudahkan masyarakat untuk mengakses layanan perpustakaan. Berbicara tentang perpustakaan, pada dasarnya tugas utama dari perpustakaan adalah mengembangkan literasi masyarakat. Dimana layanan perpustakaan, dalam konsep, bentuk maupun format apapun itu, harus bermuara pada pengembangan literasi. Literasi disini tidak diartikan dalam arti sempit, kemampuan membaca, menulis dan berhitung, namun literasi dengan makna yang lebih luas, yaitu pemahaman atas pengetahuan sehingga dan menggunakan pengetahuan tersebut dalam untuk pengambilan keputusan dalam kehidupan sehari-hari. Pengambilan keputusan akan berbagai permasalahan, keputusan bagaimana bereaksi dan bersikap, bahkan sampai pada keputusan bagaimana berbicara.

Hal ini lah yang diperhatikan oleh pemerintah, bagaimana mengembangkan tidak hanya pengetahuan namun juga literasi masyarakatnya. Pada masa pandemi covid-19 saat ini misalnya, dimana himbauan protokol kesehatan 3M yang disampaikan pemerintah dirasa sangat sulit dicerna dan dipatuhi masyarakat. Walaupun dengan regulasi dan berbagai program pembatasan yang diterapkan, sebagian masyarakat masih saja mengindahkan dengan beragam argumen. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat literasi warga masyarakat yang demikian itu dapat dikatakan relatif rendah.

Dalam hal ini Dinas Perpustakaan dan Kearsipan seharusnya mengambil proporsi perannya tidak dalam mengembangkan literasi masyarakat, namun juga menyiapkan masyarakat menghadapi perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat di masa pandemi ini.

 

RUMUSAN MASALAH

Sejauh mana peran dan fungsi Dinas Perpustakaan dan Kearsipan dalam peningkatan kualitas pengelolaan kearsipan pemerintah dan pengembangan literasi masyarakat?

 


ANALISA

1.      Kondisi Saat Ini

a.      Kearsipan

Arsip merupakan dokumen penting yang diperlukan sebagai sumber informasi hukum, historis, dan perkembangan kekinian. Sedangkan kearsipan adalah kegiatan pengelolaan arsip, mulai penciptaan arsip, perawatan, pemeilharaan sampai pada temu kembali arsip. Pengelolaan arsip sangat penting bagi penyelenggaraan lembaga, apalagi lembaga pemerintah, dimana arsip dapat merupakan barang bukti hukum dan historis atas suatu penyelenggaraan pemerintahan. Namun hal ini kurang banyak disadari oleh para penyelenggaraan pemerintahan (baca: OPD), banyak yang beranggapan bahwa urusan kearsipan adalah urusan arsiparis dan dinas yang membidanginya. Sehingga tidak jarang, pengelolaan arsip di OPD terlihat tidak terurus dengan pengelolaan seadanya, lebih “miris” lagi, SDM atau personil pengelola arsip ditunjuk personil yang dinilai “tidak potensial”, karena berpendapat bahwa mengelola arsip adalah pekerjaan yang mudah dan membosankan. Pandangan inilah yang harus diluruskan, sehingga tidak berlebihan, dalam RJPMD, kuantitas OPD yang “sadar” arsip dan peningkatan kualitas SDM kearsipan masih menjadi indikator kinerja.

Program kerja yang efektif dan efisien yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi dan beradaptasi dengan situasi pandemi covid-19 harus dikembangkan demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Sehingga tidak ada lagi, keluhan dari berbagai OPD bahwa kehadiran Arsiparis di OPD hanya melakukan hal yang sama dengan nama program yang berbeda.

 

b.      Perpustakaan

Perpustakaan berasal dari kata pustaka, yang artinya buku atau kitab. Sedangkan perpustakaan dapat diartikan sebagai tempat untuk mendapatkan akses dan layanan terkait informasi, ilmu pengetahuan, data dan sumber ilmu lainnya dalam bentuk maupun format apapun. Terdapat 4 (empat) fungsi perputakaan yaitu sebagai tempat pendidikan, memperoleh informasi dan pengetahuan, tempat rekrasi dan tempat pengembangan kultural.

Dari 4 (empat) fungsi tersebut, dapat dijelaskan bahwa perpustakaan bukannya tempat ditatanya buku-buku untuk dibaca dan dipinjam, namun juga sebagai tempat yang menyenangkan dan mencerdaskan. Kegiatan yang rekreatif dengan tempat yang nyaman harus diciptakan untuk “mengundang” warga masyarakat berkunjung ke perpustakaan. Konsep “The Dynamic Library” yang sudah dikembangkan sejak tahun 2008 bahwa perpustakaan adalah tempat yang dinamis dengan segala macam aktivitas yang bermuara pada pengembangan literasi masyarakat harusnya tetap dijalankan dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin meroket. Lebih jauh lagi, dengan adanya pandemi covid-19, adaptasi layanan perpustakaan haruslah dikembangkan, layanan perpustakaan “tidak hanya” membaca buku, namun bagaimana warga masyarakat dapat membaca buku dan memperoleh informasi, ilmu pengetahuan, pengalaman serta  rekreasi kapan dan dimanapun berada. Sehingga layanan perpustakaan tidak terbatas pada hari dan jam buka layanan.

 

2.      Kondisi yang Diinginkan

a.      Kearsipan

Sebagaimana diuraikan sebelumnya, bahwa terdapat 2 permasalahan yang saling terkait pada bidang kearsipan, yaitu: paradigma kurang pentingnya pengelolaan arsip bagi sebagian karyawan dan pimpinan OPD yang berdampak pada ketidakseriusan OPD dalam mengelola arsipnya. Hal inilah yang harus diatasi terlebih dahulu, untuk meningkatkan kualitas pengelolaan arsip di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta.

Sehingga kondisi yang diinginkan adalah bagaimana pegawai atau karyawan di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta memiliki kesadaran (awareness) akan pentingnya arsip dan pengelolaannya dan mau melalukan kegiatan pengelolaan arsip sesuai standar baku yang telah ditetapkan, baik secara manual maupun secara elektronik. Disamping itu juga mengembangkan e-office pada JSS sehingga dapat semakin user friendly dalam pengelolaan arsip, dan tidak hanya terbatas pada pengelolaan surat menyurat, namun juga sampai pada pengarsipan yang sesuai dengan standar baku kearsipan.

 

b.      Perpustakaan

The more people get the knowledge, the more knowledge goes to people” atau “semakin banyak pengetahuan yang diperoleh masyarakat, dan semakin banyak masyarakat yang memperoleh pengetahuan”, kiranya inilah frasa atau kata kunci yang diharapkan dapat dijalankan di Perpustakaan Kota Yogyakarta. Dimana perpustakaan menjadi tempat yang cozy dan menyenangkan bagi semua orang. Tempat berbagai macam layanan yang cerdas dan rekreatif dapat dengan mudah diakses baik secara manual maupun dengan teknologi informasi.

 

3.      Inovasi yang Akan Dilaksanakan

Jelas tertuang dalam RJPMD bahwa Dinas Perpustakaan dan Kerasipan Kota Yogyakarta memiliki 2 sasaran layanan yang berbeda. Pada bidang kerasipan, sasaran layanannya adalah karyawan di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta dan warga masyarakat atau publik secara umum adalah sasaran layanan pada bidang perpustakaan. Hal ini tentunya menuntun Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta memiliki strategi dan inovasi yang berbeda dalam mencapaian tujuannya. Strategi dan pendekatan yang pertama lebih pada pendekatan secara birokrasi dan administrasi sedang yang kedua, lebih pada pendekatan layanan publik yang ramah, cerdas dan menyenangkan.

Berikut strategi dan inovasi yang dapat dilakukan dalam mencapai kondisi yang diharapkan sebagaimana diuraikan sebelumnya.

a.      Kearsipan

1)      Program “Sahabat Arsiparis”

Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan bagi pengelola arsip dan karyawan di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta pada umumnya. Program ini mengadopsi dari konsep Bisnis MLM dimana seorang Arsiparis menjadi Upline dan bersahabat dengan pengelola arsip di OPD, khususnya dan karyawan pada umumnya. Adapun pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan “dari hati ke hati”, dengan program yang dapat dirancang oleh Arsiparis. Sehingga diharapkan dapat menimbulkan snowbolling effect. Komunikasi tidak harus bertatap muka, bisa dengan memanfaatkan teknologi dan menyeseuaikan kondisi pada saat pandemi. Tentunya sebelum program ini diluncurkan, pelatihan dan pembekalan bagi Arsiparis akan dilakukan terlebih dahulu.

 

2)      Efektifitas dan Efisiensi Program Pembinaan

Banyak dikeluhkan bahwa, setiap kali Arsiparis berkunjung ke OPD, hal yang sama akan dilakukan dengan nama program yang berbeda. Penilaian lomba arsip, monitoring, pendampingan dan masih banyak lagi yang pada dasarnya memiliki keluaran atau output yang sama.

Hal ini dapat diatasi dengan meleburkan berbagai jenis program dengan output yang sama tersebut ke dalam satu bentuk program pembinaan yang terukur dan terarah. Disamping efesien secara anggaran, pembagian ketugasan arsiparis juga akan lebih merata dan efisien.

 

3)      Pengembangan aplikasi e-office

Pemanfaatan e-office pada JSS saat ini sudah sangat membantu dalam pengelolaan arsip, khususnya dalam hal pengelolaan surat menyurat, baik di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta maupun dengan pihak luar. Namun masih dapat dikembangkan, tidak hanya terbatas pada pengelolaan surat menyurat tapi juga untuk pengelolaan arsip dalam arti yang lebih luas.

 

b.      Perpustakaan

1)      Revitalisasi landscape dan fasilitas serta sarana prasarana perpustakaan di kawasan Kotabaru.

Perpustakaan Kota Yogyakarta terletak di Kawasan Kotabaru, kawasan premium yang telah direvitalisasi dan mejadi destinasi wisata Kota Yogyakarta, dan sejak 4 tahun terakhir, kawasan tersebut telah dicanangkan sebagai “Kotabaru Public Space”, sehingga landscape dan bangunan harus seirama dengan atmosfer yang dikembangkan di kawasan tersebut.

Penataan landscape dan tampilan gedung dapat dilakukan agar yang sejalan dengan konsep kawasan, disamping itu, penataan yang “mirip cafe” yang bernuansakan budaya dan Jogja dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi warga masyarakat. Pemenuhan fasilitas dan sarana prasarana yang disesuaikan dengan konsep “Adaptasi Kebiasaan Baru” (AKB), akan memudahkan penerapan protokol kesehatan, tanpa menghilangkan nilai estetik dan kenyamanan, sehingga, misalnya, tidak perlu lagi menuliskan tanda silang pada meja atau kursi.

Dan sebagai bagian dari Kotabaru public space, Perpustakaan Kota Yogyakarta dapat dikembangkan sebagai tempat kreatif untuk “kerja dan diskusi bareng” atau co-working space, tempat diskusi dan belajar bagi mahasiswa dan pelajar serta warga masyarakat pada umumnya, tidak hanya sebagai wahana pengembangan literasi tetapi juga menguatkan ikon Kota Yogyakarta sebagai kota pendidikan, wisata dan budaya sekaligus.

 

2)     Diversifikasi layanan program kegiatan, khususnya dengan basis informasi teknologi

Pandemi memaksa semua layanan publik untuk membatasi aktivitasnya, bukan dalam arti luas namun pembatasan dalam arti fisik dan keramaian. Sehingga, layanan “terbatas” secara fisik di Perpustakaan Kota Yogyakarta dapat “diganti” dengan layanan dengan memanfaatkan teknologi informasi. Peragaman atau diversifikasi layanan perpustakaan juga harus dilakukan, disamping layanan e-book yang telah dikembangkan, layanan “rekreatif” bagi anak sekolah yang “bosan” belajar di rumah dapat dikembangkan dengan menggunakan platform yang sudah ada, semisal sportify dan youtube. “BOOKIE BERCERITA” dengan menggunakan platform sportify misalnya, dapat dikembangkan sebagai ajang kreasi anak-anak menggantikan program “Mendogeng” yang dilaksanakan secara fisik di perpustakaan.

 

3)      Pengembangan kerjasama berbasis program

Keterbatasan anggaran selalu menjadi “Kambing Hitam” tidak terlaksananya suatu inovasi atau ide, pengembangan kerjasama dengan berbagai pihak yang memiliki visi dan misi serta tujuan yang sama dapat dilakukan untuk pengembangan program dan layanan yang lebih luas.

 


KESIMPULAN


Kesimpulan pada makalah ini adalah:

1. Berdasarkan indikator kinerja pada RJPMD, terdapat 2 sasaran layanan pada Dinas Perpustakaan dan Kerasipan Kota Yogyakarta, yaitu karyawan di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta pada bidang kearsipan dan warga masyarakat atau publik secara umum adalah sasaran layanan pada bidang perpustakaan

2.  Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta memiliki strategi dan inovasi yang berbeda dalam mencapaian tujuannya, sesuai dengan sasaran layanannya.

3. Strategi dan pendekatan yang pertama lebih pada pendekatan secara birokrasi dan administrasi sedang yang kedua, lebih pada pendekatan layanan publik yang ramah, cerdas dan menyenangkan.


 REKOMENDASI

Rencana kerja yang akan dilaksanakan dalam upaya peningkatan layanan pada Dinas Perpustakaan dan Kerasipan Kota Yogyakarta adalah:

1.      Untuk Bidang Kearsipan

a.    Pelaksanaan inovasi peningkatan kualitas sumber daya manusia pada bidang kearsipan dengan Program “Sahabat Arsiparis”.

b.    Peningkatan kualitas Program Pembinaan Pengelolaan Arsip di OPD dengan peningkatan efektifitas dan efisiensi program.

c.       Peningkatan kualitas pengelolaan arsip dengan pengembangan aplikasi e-office.

 

2.      Untuk Bidang Perpustakaan

a.  Revitalisasi landscape dan fasilitas serta sarana prasarana perpustakaan di kawasan Kotabaru.

b.      Diversifikasi layanan program kegiatan, khususnya dengan basis informasi teknologi.

c.       Pengembangan kerjasama berbasis program.

 

 

 

 

 

 

 

S A H A B A T

 


Supaya engkau mendapat sahabat, hendaklah diri engkau sendiri sanggup menyempurnakan menjadi sahabat orang.

- Buya Hamka -




Bermula pada akhir tahun 1999, tiba-tiba Ety dan Titi, sahabat satu kelas sewaktu kulaih di IKIP Yogyakarta, berkunjung ke rumah kontrakan di Ngemplak, Karangjati, Sleman. Rumah kontrakan yang merupakan gandhok atau rumah tambahan dari satu rumah besar dengan model Joglo. Rumah yang sekat antar ruangannya masih menggunakan gedhek atau anyaman bambu yang diberi bingkai kayu di sisi luarnya supaya terlihat lebih rapi, dan atap tanpa plafon, sehingga kalau hujan sedikit lebat, debu dan gumpalan kecil sawang akan ikut jatuh mengotori ruangan kecil berukuran 8 x 4 meter persegi.

Kunjungan yang tanpa didahului kabar itu cukup mengejutkan, tanpa persiapan jamuan yang memadai, akhirnya menu sayur bayam ceker “dek Ayang” lah yang menjadi hidangan utama menjamu tamu agung pada hari itu, ditambah gorengan tempe garit dan sambel terasi hasil ulekan tangan. Seneng dan bersyukur dijenguk sahabat yang lama tak bertemu, rasa kangen terobati dengan curhatan dan nostagi guyonan kisah masa lalu tentang “MM”, Epis dan beberapa nama lain disebutkan yang terujar kala itu (dan sampai kini… hahaha). Diantara tawa dan ceriwis heboh, terselip juga rasa malu dan enggan dengan keadaan rumah kontrakan tanpa perabot yang layak untuk menyambut tamu yang sudah berprofesi sebagai dosen dan guru. Namun lambat laun perasaan itu terkikis dan hilang, bukan karena akhirnya masa bodo, tapi karena perasaan sayang dan pemahaman yang mendalam tersirat dari senyum dan sorot mata mereka. Tidak terbersit sedikitpun tatapan apalagi kata-kata yang merendahkan tentang kondisi rumah ku saat itu, malah pujian tentang enaknya masakan yang kubuat sampai pada pandainya mengatur rumah yang sederhana menjadi tempat yang nyaman untuk dihuni yang terucap dan teringat hingga kini.

Di rumah itulah, Titi, yang sekarang sudah menjadi DR. Titi (bentar lagi Guru Besar nich…) mencetuskan ide Arisan, tujuannya sederhana, untuk menjaga silaturahmi dan persaudaraan yang sudah terjalin sejak tahun 1991, toh jarak antara Jogja – Purworejo bukanlah jarak yang jauh, cukup 2 jam berkendara. Ide yang kemudian dikuatkan lagi, ketika setelahnya kami secara mendadak juga berkunjung ke rumah mbak Yani di Jalan Monjali sana. Arisan yang kemudian berlangsung hingga kini, dengan segala kisah dan dinamikanya.

Dapat dikatakan, arisan inilah yang merekatkan silaturahmi diantara kami. Arisan yang dimulai ketika masih pada single (kecuali mbak Yani dan saya, hihihi…) sampai kini putra putri kami sudah beranjak dewasa. Pada awalnya anggotanya hanya kami berempat, Ety, Titi, Mbak Yani dan saya, kemudian Ety mengajak First Ieda, sahabat satu kost dan sahabat kami semua ketika ngaji di Pondok Pesantren Budi Mulia sebagai santri kalong UMJ (Universitas Malam Jum’at), karena nyantri hanya pada malam Jum’at. Tak lama berselang, Rya adik tingkat di IKIP ikut bergabung dan Alhamdulillah, akhirnya terlacak keberadaan dek Uut setelah hampir dua puluh tahun hilang kabar, menjadi bagian dari silaturahmi kami yang kemudian di WA Grup diberi judul “UMJ Jelita”, Universitas Malam Jum’at – Jelang Lima Puluh Tahun.

Persahabatan kami cukup unik, dengan berbekal arisan itulah, pertemuan demi pertemuan kami lewati, walau tidak bisa dikatakan rutin, karena tidak mesti dua atau tiga bulan sekali sesuai kesepakatan. Pertemuan yang tidak hanya sebagai ajang “setor arisan” tapi pertemuan yang menumbuhkan perasaan bahwa kami tidak sendiri, ada sahabat-sahabat yang dengan penuh rasa sayang dan cinta mendukung dan membantu dalam setiap perjalanan kehidupan. Walaupun kami tidak senantiasa ada disamping dan jarang juga berkabar, tapi rasa memiliki teman yang ketika dibutuhkan walau hanya untuk menguatkan akan selalu ada. Mungkin inilah yang disebut sebagai support system. Satu komunitas “cheerleaders” kecil yang selalu menjadi pendorong, penyemangat dan pengingat kami dalam menjalani artikulasi kehidupan kami masing-masing. Tidak perlu ada disamping kita, tapi yakin bahwa kami selalu ada untuk kita.

Persahabatan kami cukup menarik, kami saling menjaga dengan cara kami sendiri sendiri. Saling mencoba untuk tidak menyakiti, menjaga hati dan ucapan, tertulis maupun terujar. Namun tidak dipungkiri, dalam dinamika perjalanan persahabatan kami, sesekali timbul permasalahan dan gesekan. Sekelumit cerita, pandemi yang hadir lebih dari 2 tahun, memaksa kami menghentikan pertemuan tatap muka, sehingga kabar berita hanya dilakukan secara maya, tanpa jabat tangan dan pelukan. Kesibukan di masa pandemi, sedikit banyak mengubah cara pandang dan pola fikir dari masing-masing kami, perbedaan cara pandang dan cara menyampaikan pandangan yang hanya lewat tulisan dan re-postingan di Grup “UMJ Jelita” terasa sekali dampaknya. Penuturan bahasa yang biasa halus dan mudah dicerna, terasa menggurui, merendahkan dan mengganggu. Bukannya tidak ingin menerima pandangan baru yang berkembang, namun lebih pada cara yang dipilih dalam mengutarakan pendapat dan pandangannya. “You can lead a horse to water but you can't make him drink”, demikian pepatah yang saya dapat sewaktu kuliah. Sebagian besar dari kami memilih diam, dan diam kami tidak cukup memberikan isyarat ketidaknyaman kami. Itulah dampak lain dari teknologi, kami bisa bertemu dan berkomunikasi kapan pun dan dimanapun, namun tidak bisa menitipkan rasa dan emosi yang tersirat.

Kini telah 31 tahun usia persahabatan kami, dan telah 23 tahun usia “arisan” kami, dengan profesi dan kehidupan keluarga masing-masing, kami masih bersahabat, bertindak, berperilaku dan berbicara selayaknya seorang sahabat, saling sayang menyayangi, saling menjaga dan saling memberi bantuan dan dukungan. Tidak ada persaingan, iri, dengki dan rasa cemburu diantara kami. Selalu mencoba mengalah untuk menepikan perbedaan pandangan yang ada. Mengambil tulisan Buya Hamka dalam salah satu karya besarnya, “supaya engkau mendapat sahabat, hendaklah diri engkau sanggup menyempurnakan menjadi sahabat orang”, dan kami senantiasa berusaha untuk itu. (fie’)


Selasa, 15 Februari 2022

Sampah Rumah Tangga dan Pengelolaannya


“Kelolalah sampah dari sumbernya”, demikian ungkapan yang sering kita dengar apabila berbicara tentang sampah. Kalimat yang cukup sederhana, namun rumit dalam pelaksanaannya. Sampah merupakan “produk akhir” konsekuensi dari hasil aktivitas manusia, artinya, sampah akan menjadi kisah abadi di bumi selama ada aktivitas manusia di dalamnya. Dinamakan produk, karena sampah merupakan hasil produksi dari seberapa tinggi aktivitas kita dalam kehidupan sehari-hari. Volume sampah yang diproduksi sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap material yang digunakan, Sehingga, merupakan hal yang wajar, apabila kewajiban mengelola sampah menjadi tanggung jawab kita semua. Supaya hasil akhir produksi yang sudah tidak diinginkan tersebut tidak menimbulkan permasalahan baru dalam kehidupan dan aktivitas sehari-hari.

Kembali pada ungkapan diatas, ternyata untuk mengelola sampah dari sumbernya tidaklah sesederhana ungkapannya, karena pada kenyataannya, pemahaman dan kesadaran saja tidak cukup. Apabila kita bicara tentang sampah, dibutuhkan lebih dari itu  untuk mewujudkan aksi nyata dan gerakan mengelola sampah. Hal ini ditunjukkan dari hasil survei Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta beberapa tahun lalu, dikatakan 80% masyarakat Kota Yogyakarta sadar akan pentingnya mengelola sampah, namun hanya 20% dari angka tersebut yang melakukan pengelolaan sampah. Hal ini menunjukkan bahwa banyak aspek dan konsekuensi yang mengiringi dalam penanganan sampah.

Setidaknya ada 3 alasan yang menjadi penyebabnya. Pertama, masyarakat belum “merasa perlu” untuk mengelola sampah secara mandiri, ambillah contoh, ketika pada tahun 2019, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan tutup satu minggu, dan sampah menggunung di pinggir pinggir jalan area Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS), masyarakat masih saja merasa aman dan nyaman saja untuk memproduksi sampah seperti biasa, karena apa? Karena tak berpengaruh pada kondisi di rumah, rumah tetap bersih karena sampah rumah tangga tetap terangkut dengan baik oleh dinas terkait ataupun “jasa pengambil sampah bulanan”.

Kedua, aturan atau regulasi yang ada belum dapat “memaksa” masyarakat untuk mengelola sampah rumah tangganya secara mandiri, baik itu secara mikro atau kesepakatan rukun warga di lingkungan sekitar maupun regulasi yang lebih mengikat untuk mendorong aksi tersebut. Peraturan daerah dan atau peraturan walikota tentang pengelolaan sampah yang sudah terundangkan, belum memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat untuk tergerak mengelola sampah rumah tangganya sendiri mengingat aturan tersebut masih bersifat makro dan tidak memaksa.  

Ketiga, bagi sebagian besar masyarakat, aktivitas mengelola sampah bukanlah aktivitas yang diharapkan dapat memberikan dampak ekonomi secara signifikan, namun lebih pada aktivitas sosial. Secara umum, Bank Sampah yang dibentuk di setiap RW atau kampung lebih sebagai alternatif kegiatan “kumpul warga”, sehingga sampah yang terkumpul dan ditabung di Bank Sampah, lebih pada sampah yang mudah dibawa ke lokasi, “’nggo ilok ilok” kata orang Jawa, bukanlah sampah yang dikelola secara serius untuk mengurangi residu sampah yang nantinya diangkut oleh dinas terkait atau “jasa pengangkut sampah bulanan”.

 

Alternatif Pengelolaan Sampah

Dari ketiga alasan tersebut diatas, berikut pandangan yang dapat ditawarkan sebagai salah satu upaya untuk menggiatkan partisipasi masyarakat untuk ikut mengambil peran dalam pengelolaan sampah, khususnya sampah rumah tangga.

 

1. Edukasi secara dini, memilah sampah merupakan kewajiban.

Sekitar tahun 2000-an, dicanangkan Gerakan “Jogja Bersih dan Hijau, Wujudkan Nyata”, gerakan yang cukup masif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam rangka menciptakan harmonisasi kehidupan antara manusia dengan lingkungannya. Mewujudkan Yogyakarta yang bersih dan hijau merupakan tujuan dari gerakan tersebut. Sasaran tidak hanya pegawai pemerintah; masyarakat luas, anak sekolah pada semua tingkatan, diajak untuk berpartisipasi dalam gerakan tersebut.

Hasil yang dapat saya lihat sekarang adalah timbulnya kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya. Sebagai contoh kecil, tak segan si Kakak, demikian kami memanggilnya, membawa sampah (bungkus makanan) dalam tas sampai ke rumah untuk di buang di rumah, ketika tidak ditemukan tempat sampah di sekitarnya. Kebiasaan inilah yang ditanamkan di sekolah pada saat maraknya gerakan tersebut dan tetap berlanjut hingga kini.

Kiranya konsep gerakan tersebut perlu digalakkkan lagi dan dilanjutkan ke tahap berikutnya kepada anak-anak kita, pada semua tingkat pendidikan, mulai dari usia PAUD. Sedari dini dibiasakan tidak hanya membuang sampah pada tempatnya, namun juga untuk memilah sampah dan menaruhnya di tempat yang sudah semestinya.

 

2. Regulasi yang memaksa, tidak akan diambil sampah yang belum terpilah.

Kembali lagi pada ungkapan diawal tulisan, “kelolalah sampah dari sumbernya”, apabila hal ini dapat dilakukan dari rumah, dapat dipastikan sampah yang dibuang ke TPA akan jauh berkurang. Kegiatan pemilahan sampah dapat dilakukan di rumah, hal ini tentunya membutuhkan usaha lebih dari masyarakat, sehingga apabila tidak dipaksakan maka jarang ada keluarga yang akan melakukannya. Berkaca dari kebijakan pengelolaan sampah di Negara Jepang, bahwa otoritas yang bertugas memungut sampah rumah tangga tidak akan mengambil sampah apabila belum terpilah. Apabila hal ini juga dilakukan di Indonesia, pastinya masyarakat akan melakukan pemilahan sampahnya secara mandiri di rumah.

Untuk mewujudkan hal yang demikian, setidaknya diperlukan koordinasi, kolaborasi dan sinergi antar pihak, pemerintah, swasta dan masyarakat. Pemerintah dapat mengeluarkan regulasi yang mengatur tata cara pengelolaan (dan pengambilan) sampah oleh institusi yang berwenang dan lembaga swasta dan atau wiraswasta yang memiliki usaha di bidang persampahan (pengepul atau pemungut sampah bulanan misalnya). Dan tak kalah pentingnya, mengaktifkan perangkat yang ada di masyarakat (RT, RW dan Dasawisma) untuk berpartisipasi dan bersama sama secara aktif menegakkan regulasi tersebut.

 

Penutup

Tidak mudah memang untuk mengelola sampah, apalagi dalam era pandemi covid yang sudah berlangsung 2 tahun ini, dimana produksi sampah semakin meningkat dengan alasan protokol kesehatan. Tapi bukan berarti kita tidak bisa untuk melakukannya, tidak cukup pemahaman dan pengetahuan tentang pentingnya mengelola sampah secara mandiri pun pengetahuan tentang bagaiman caranya, namun yang lebih penting adalah bagaimana kita bisa tergerak untuk mengimplementasikan pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki dalam aksi yang lebih nyata. Karena mengelola sampah, menjaga bumi ini, adalah tanggung jawab kita bersama. Awareness - Action - Agent. (fie’)

 

Gantari: Pusat Unggulan Naskah Kuno di Perpustakaan Kota Yogyakarta

Selayang Pandang Pusat Unggulan Naskah Kuno Gantari , yang bernaung di bawah Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta, merupakan ini...