Selasa, 13 Desember 2022

Ini Tentang Pak Anwas #4 Nek arep mulyo uripmu, senengono ibumu.


 

Sekitar satu minggu sebelum bapak dipundhut Allah SWT, ibu dan rombongan pengajiannya ber-Wisata Religi ke Cirebon. Cuma satu hari, pagi berangkat, sore sebelum maghrib direncanakan sudah pulang. Namun sampai pukul setengah delapan, ibu belum juga pulang, dan Bapak dengan kekhawatirannya yang tampak jelas menunggu di warung sambil jalan bolak balik warung - teras rumah. “Ibumu kok durung mulih yo Na’?”, pertanyaan yang tidak hanya sekali dua kali saya dengar selama beberapa puluh menit jaga warung sambil sesekali buka buku pelajaran yang hanya dibuka tapi tidak dibaca. “Bentar lagi paling Pak, mungkin masih di jalan,” jawab saya spontan. 



Malam itu tidak seperti biasanya, setelah sholat maghrib dan nderes, bapak nemenin saya jaga warung. Karena ibu “piknik” ke Cirebon, jadi sehabis pulang sekolah sampai tutupnya warung, saya dan Ita, adik bontot yang saat itu kelas 3 SMP, bergantian jaga. Pada hari hari biasa, warung ibu tutup pukul 09.00 malam, tapi tidak malam itu, belum jam 08.00, bapak sudah menyuruh saya menutup warung. Setelah warung ditutup, bapak duduk di teras menunggu ibu pulang, untuk beberapa menit saya menemani bapak, kasian kalau diluar sendiri pikir saya. Tidak banyak obrolan dengan Bapak malam itu, Bapak cenderung diam, padahal, biasanya ada saja bahan obrolan. Dua kalimat Bapak yang masih saya ingat malam itu, “Nek arep mulyo uripmu, senengono ibumu… Suk ibu karo adhimu dijogo yo Na’”. Kemudian menyuruh saya masuk rumah sinau istirahat dan bapak tetap menunggu di teras sampai ibu pulang bersamaan dengan jingle pembuka “Dunia dalam Berita”-nya TVRI.


Tidak ada firasat apa apa malam itu, tidak terpikir juga kalau itu pesan “terakhir” bapak sebelum beliau meninggalkan kami selamanya dengan sangat mendadak. Kalimat pertama sering saya dengar dari Bapak, tapi yang kedua, baru kali itu disampaikan. Kiranya tidak sekali dua kali Bapak berpesan terkait bakti dan hormat pada orangtua, khususnya ibu. Pesan yang sama pernah disampaikan Bapak ketika malam-malam diajak beli Mie Semplo di Slawi Pos, kami jalan kaki ke tempat jualan bakmi yang menurut saya lumayan jauh, Bapak memilih jalan kaki dan pulangnya naik becak, maklum, Bapak tidak bisa mengendarai motor (kayak saya 😁). Sambil menunggu antrian bakmi nya digoreng untuk kemudian dibungkus dan dibawa pulang, Bapak cerita kalau ibu suka sekali dengan Mie Semplo, tidak kerso mie yang lain, kecuali ibu masak sendiri, dan sampai sekarang pun demikian, cuma ganti warung, kalau dulu Mie Semplo, sekarang ganti Mie Wahyu Kagok, karena Mie Semplonya sudah tidak jualan. Malam itu, Bapak beli buat ibu, ibu lagi pengin dahar mie, dan kami berduapun jalan kaki ke warung yang jaraknya lebih 1,5 kilometer dari rumah. “Seneng-senengono ibumu, insyaallah mulyo uripmu”, pesan Bapak.


Pernah ketika saya sedikit bicara kasar pada ibu, menimpali ucapan ibu, karena “kesal” ditegur hanya gegara pulang sekolah telat untuk ikut rapat mendadak seusai sekolah. Sebenarnya Mas Anton, kakak saya sudah “nyamperin” ke sekolah pakai sepeda balapnya, “Na’ suruh ibu pulang, makan dulu” kata Mas Anton di depan kelas, karena tanggung masih rapat, sehingga saya tidak langsung pulang, tapi menunggu pertemuannya usai. Bapak yang mendengar ucapan saya, langsung menegur dan mengingatkan. Awalnya saya mengira pesan dan teguran Bapak karena cintanya terhadap ibu, sehingga hati dan perasaan ibu harus selalu dijaga juga oleh anak-anaknya, sebagaimana Bapak menjaga hati ibu. Namun ternyata lebih dari itu. 


Allah memerintahkan kita untuk berbakti dan hormat pada orangtua, serta melarang menyakiti hati mereka, bahkan ucapan “uh” atau “ah” saja dilarang dilontarkan.

Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Al Isra`: 23).


Rasulullah menekankan anak wajib berbakti kepada orangtua, mendurhakai orangtua termasuk dalam dosa besar dan disejajarkan dengan dosa syirik. 

Abu Bakrah meriwayatkan, Rasulllah ﷺ berkata “Maukah aku memberitahumu tentang dosa besar yang terbesar?”, sebanyak tiga kali, Mereka menjawab “Ya, Rasulullah.” Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda, “Menyekutukan Allah dan tidak berbakti kepada orang tua.” (HR Bukhari).


Lebih khusus lagi pada ibu, Allah menempatkan tempat yang istimewa bagi seorang ibu, sehingga kewajiban berbakti pada ibu 3 kali lebih dahulu barulah ayah.

Dari Abu Hurairah, dia berkata, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya: ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?’ Rasul pun menjawab: ‘Ibumu’. ‘Lalu siapa lagi?’, ‘Ibumu’. ‘Siapa lagi’, ‘Ibumu’. ‘Siapa lagi’, ‘Ayahmu.”

 

Betapa Islam menempatkan tempat yang mulia bagi seorang ibu.

Dalam satu riwayat dikisahkan, satu saat Ibnu Umar datang menghadap kepada Rasulullah. Ia bertanya, 'Ya Rasulullah, aku tidak bisa melihat Allah itu seperti apa, tetapi bagaimana caranya aku ingin merasakan kalau Allah sedang tersenyum kepadaku? dan kata Ibnu Umar aku tidak bisa melihat wajahnya Allah, tetapi aku ingin tahu seperti apa Allah tersenyum kepadaku?'. Maka Rasulullah menjawab, wahai Ibnu Umar, kalau kamu ingin membuat wajah Allah tersenyum kepadamu, maka buatlah senyum di wajah ibumu.


Sebagai Hamba Allah dan umat Rasul-NYA, sudahlah menjadi kewajiban kita untuk mematuhi perintah-NYA, dan mengikuti ajaran Rasulullah. Jika Allah memerintahkan kita untuk berbakti pada kedua orangtua, terlebih ibu, patuhilah. Jika Rasulullah mengajarkan bagaimana seharusnya kita bersikap pada kedua orangtua, terlebih ibu, ikutilah. Jika kita mematuhi perintah NYA dan mengikuti ajaran Rasul-NYA, insyaallah Allah akan menolong kita. Mencukupkan kebutuhan kita. Memuliakan hidup kita. Sesederhana itu. Seperti pesan Bapak, “Nek arep mulyo uripmu, senengono ibumu…” 





Ada surga di telapak kakinya, apalagi dalam doanya.

Selamat Hari Ibu.

- 22 Desember 2022 -


Jumat, 10 Juni 2022

Ini Tentang Pak Anwas #3 Ojo Gumunan


Semacam menjadi kebiasaan bagi keluarga Pak Anwas, untuk cerita tentang hal-hal kecil kejadian-kejadian hari itu pada saat makan malam. Tradisi ini, kalau bisa dibilang demikian, berlangsung sejak saya masih kecil. Di meja makan, serasa kami dapat bercerita apapun, dari cerita
receh, lelucon hasil kulakan teman, cerita guru sejarah yang kalau mengajar seperti “rekaman” karena materi sudah diluar kepala, sampai pada diskusi berat, tentang hukum evolusinya Darwin, sisa diskusi pelajaran biologi dengan Pak Daryono, guru SMA N 1 Slawi. Namun, namanya juga banyak anak, tidak semua dari kami fasih bercerita, ada yang ceriwis dapat menceritakan secara detail kejadian tadi siang berikut gaya menirukan kejadian tadi siang, ada yang kalau bercerita tidak selesai dan melompat-lompat karena keburu cerita bab lainnya, ada yang gagap sehingga harus di-dor supaya cerita jalan terus, tapi ada juga yang hanya menjadi pendengar dan kemudian berkomentar sedikit tapi mengundang gelak tawa. Di tengah-tengah “prosesi” itulah, tanpa kami sadari, seringkali terselip nasihat-nasihat Bapak, halus, mengalir dengan gaya kocaknya. 

Pernah satu waktu, dengan penuh semangat dan bebui-bui (kata orang Sabah) saya bercerita tentang hebatnya teman sudah bisa nyetir mobil sendiri. Waktu itu, saya dan tiga orang teman sekolah ada acara di Tegal, latihan “fashion show” kalau tidak salah, jarak antara Slawi - Tegal kira kira 14 km, biasanya kalau ke Tegal, kami naik “Kijang Kuning”, angkutan umum Slawi - Tegal, tapi hari itu kami naik mobil warna merah maroon yang disopiri sendiri oleh teman saya. Rasanya beda, nyaman, sejuk dan lebih cepat, karena tidak harus kepanasan dan berdesakkan seperti naik “Kijang Kuning”, dan yang kalau ngetem, waktunya bisa lebih lama daripada waktu tempuh Slawi - Tegal. “Anak perempuan nyetir mobil lho Pak”, penegasan cerita saya waktu itu.

Komentar Bapak cukup singkat, “ojo gumunan”. Pada awalnya saya tidak begitu paham dengan kalimat tersebut, karena Bapak menyampaikannya dengan nada canda khas beliau, namun ketika obrolan berlanjut, terajut benang merah pesan yang disampaikan. Kalau diartikan dalam bahasa Indonesia, ojo artinya jangan. Sedang gumunan berasal dari kata gumun, yang artinya kagum, gumunan artinya mudah terkagum-kagum, sehingga ojo gumunan dapat diartikan jangan mudah terkagum-kagum, atau bahasa gaulnya sekarang “B aja kali”.  

Tidak hanya kali itu frasa tersebut terucap, di beberapa obrolan “ojo gumunan” akan kembali terdengar, ketika saya, kami, anak-anaknya atau bahkan ibu, menceritakan kehebatan atau kelebihan orang lain secara berlebihan. Bapak tak lelah mengingatkan kami untuk tidak terlalu kagum dengan apa yang dimiliki orang lain, karena khawatir muncul sifat membanding-bandingkan dengan apa yang kita miliki. Akan terkikis rasa syukur yang awalnya tertanam di hati, tergantikan dengan rasa iri dan ingin memiliki lebih. Demikian terang Bapak. Ketika menginginkan lebih, mencari jalan untuk mendapatnya, mengabaikan aturan dunia dan hukum Allah, lupa kalau hidup adalah perjalanan menuju satu titik. Kadang tidak berhenti disitu, berlanjut mencari tahu lebih banyak tentang orang tersebut untuk dibicarakan, yang akhirnya membicarakan hal yang bukan hak kita. Ghibah, fitnah mungkin saja terjadi. 

Tidak hanya itu, gumunan dengan kelebihan orang, juga akan memunculkan rasa rendah diri, menganggap kita lebih rendah dari orang tersebut, atau sebaliknya, ketika kita yang berada di posisi “atas”, memandang rendah orang-orang disekitar kita. Hilanglah rasa saling menghormati dan saling menghargai, hubungan silaturahmi tertutup dengan label kekayaan, gelar, pangkat dan jabatan.

Sesederhana itu frasa yang digunakan Bapak. Namun apabila ditarik lebih jauh, mengandung pesan yang tidak sependek frasanya. Mungkin supaya mudah diingat jika suatu saat terjebak di lini masa seperti itu. So, kalau melihat ada orang yang punya koleksi mobil sampai 18 unit, atau bertemu teman lama yang sudah berpangkat tinggi, satu frasa yang mudah diingat, ojo gumunan, karena kita tidak tahu apa yang ada dibalik itu. (fie’)

 

Senin, 04 April 2022

Ini Tentang Pak Anwas #2 (nDuwe Gusti Allah kok Bingung…)


 

Pusat Latihan Dakwah Keningau, Sabah dulu.
Kalau boleh dibilang, tingkat kepasrahan Pak Anwas pada Allah SWT itu 100%, mungkin itu juga yang menjadikan Bapak selalu terlihat tenang dalam menjalani kehidupan. Tak pernah keluar kata-kata keluhan atau menyalahkan situasi yang tengah berlangsung, jangankan keluhan, helaan nafas panjang saja tak pernah kudengar. “nDuwe Gusti Allah kok bingung…” demikian satu kalimat yang sering terdengar dari Bapak ketika ada nada keluhan atau keberatan dari Ibu atas keputusan dan sikap Bapak dalam menangani suatu permasalahan. 


Bapak menyandarkan kehidupan sepenuhnya pada Allah, tidak pernah mengkhawatirkan akan rezeki  apalagi kehilangan jabatan. Prinsip hidupnya sederhana, berbuatlah karena Allah, yakinlah bahwa Allah-lah yang mengatur segalanya. Bapak adalah seorang Kepala Pusat Latihan Dakwah Keningau sewaktu di Sabah, Malaysia. Saya kurang tau peran Bapak, atau sampai sejauh apa “pengaruh” Bapak dalam masyarakat dan Pemerintah Sabah saat itu. Yang saya ingat, Bapak sangat dihormati dan disegani oleh orang-orang di sekelilingnya, Bapak selalu duduk di barisan depan pada acara formal yang beberapa kali saya ikuti bersama Ibu dan Ita, adik saya, serta di rumah, kami sering kedatangan tamu dengan banyak pengawalan. Kehidupan kami di Sabah, bisa dikatakan lebih dari cukup. 

Namun, sejak Bapak memutuskan untuk membawa keluarga pulang ke Slawi, terasa sekali perubahan dalam kehidupan kami. Entah karena saya yang sudah “beranjak dewasa” sehingga dapat merasakan permasalahan yang tersirat atau karena memang perubahan itu begitu tersurat. Di Sabah Bapak memiliki kedudukan yang tinggi dengan rumah dan kantor yang bagus, sedang pada tahun awal kami di Slawi, Bapak lebih banyak di rumah dan berkiprah di Muhammadiyah. Kalau waktu di Sabah, Ita dan saya bisa jajan es krim atau cadbury atau sotong bakar tumbuk yang rasanya manis gurih pedas setiap hari, tapi di Slawi, pola kehidupan kami berubah. Sebatang coklat silverqueen sudah terasa mewah, bukan hanya karena harganya yang terlalu tinggi bagi uang jajan kami, tapi juga mencoba beradaptasi dengan “budaya” yang berbeda antara Sabah dan Slawi.  

Alhamdulillah, situasi yang demikian tidak membuat saya sedih atau marah. Walaupun pernah pada suatu saat saya ingin sekali memiliki kaos yang dipajang di etalase Toko Indah Putra (toko pakaian terkeren di Slawi saat itu), kaos oblong warna putih bergambarkan personil “New Kids on the Block”, grup band dengan lima orang anak muda ganteng dari Boston yang terkenal dengan lagunya “Step by Step”, saya harus menyisihkan uang jajan untuk beberapa lama, dan ketika tabungannya cukup, kaos sudah tak terlihat lagi di etalase toko, “habis terjual” kata TaCik nya. Kecewa, tentu, tapi tak lama, dalam hati terbersit kata-kata, “belum rejekinya”, dan ya sudah. 


Sejak kecil saya belajar menghadapi dan menerima kondisi yang ada, tidak itu saja, dengan kata-kata Bapak yang sering saya dengar di meja makan, dadi wong ki sing ikhlas, sing akeh syukure, saya mencoba untuk selalu mensyukuri apa yang ada. Bapak sering menekankan, bahwa kami harus berani dalam menghadapi segala permasalahan yang ada. Mencari jalan keluar, ihktiar kemudian  serahkan kepada Allah. Syukuri apapun hasilnya, pasti ada hikmah sekecil apapun. Pesan Bapak tidak hanya dengan kata-kata, namun tampak jelas dari caranya memandang dan menjalani hidup.

Kami sekeluarga di Slawi
Pernah satu hari, Bapak baru pulang dari SMA Muhammadiyah Margasari, Kabupaten Tegal, sekolah dimana Bapak sebagai Kepala Sekolah sekaligus salah satu pendirinya, kebetulan saya ikut menemani ibu “jaga warung”, warung kecil usaha Ibu dengan menjual kebutuhan sehari-hari, mulai dari beras, gula, teh gopek, minyak goreng sampai kacang kulit dan permen yang suka tak cemil kalau pas “tugas jaga warung”. Waktu itu awal bulan, bulan apa, saya lupa, yang jelas hari itu adalah payday bapak, biasanya pada tanggal tersebut Bapak akan memberikan amplop gajian secara utuh ke Ibu, namun tidak pada hari itu, harapan mendapat gajian Bapak yang sudah ditunggu tidak terjadi. Malah dengan tenangnya Bapak cerita bahwa istri teman guru di sekolahnya melahirkan, dan istri serta anaknya tertahan di rumah sakit karena masalah biaya, dan amplop gaji Bapak, diserahkan semuanya. Ibu kaget dan spontan bertanya, “trus yang di rumah makan apa Pak?” dengan tenang Bapak bilang, “iki esih ono beras”, sambil menunjuk beras dagangan ibu, “suk insyaallah ana rejeki liyane”. Ibu hanya bisa menerima dan maklum adanya.

Rezeki itu sudah ada yang mengatur, kalimat yang jamak kita dengar, tapi untuk mnyakininya perlu latihan dan kesabaran, dan juga ikhtiar. Jadi ingat waktu kuliah dulu, 2 hari menjelang ujian skripsi, naskah sudah dimasukkan ke fotokopian dan tinggal diambil, tapi duit untuk “nebus” tidak ada, bahkan untuk makan besok saja belum tau darimana, tapi entah mengapa, saat itu begitu yakin ada jalan keluar. Dan Allah Maha mengetahui akan kebutuhan Hamba-Nya, tiba tiba habis ashar, datang teman membawa “proyek terjemahan” berlembar-lembar, diminta dalam waktu 5 hari, naskah terjemahan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia sudah selesai. Tak perlu menunggu 5 hari, dalam satu malam, terjemahan telah selesai dikerjakan, dan hasilnya dapat buat ambil fotokopi-an skripsi dan makan satu minggu.

Nikmat memang ketika kita yakin pada ketentuan Allah, tingkat pasrah yang diajarkan Bapak sedikit menular pada saya, walaupun dalam kadar yang naik turun. Sampai sekarang ketika timbul permasalahan atau peristiwa dan membuat saya bersedih. Satu kalimat Bapak yang membesarkan hati dan memotivasi untuk terus berusaha adalah nDuwe Gusti Allah kok bingung… (fie’)

 

3 Ramadhan 1443 H

 

 


Rabu, 02 Maret 2022

Ini Tentang Pak Anwas #1



Tulisan ini tentang Pak Anwas, sosok yang sangat saya hormati dan kagumi sepanjang hidup. Hanya 18 tahun beliau membersamai saya, namun kisah hidup dan tauladan beliau banyak mempengaruhi sampai kini. Perilaku dan kata-kata beliau masih tergambar dan teriang jelas, menjadi semacam arah dan langkah dalam memilih tindakan dan bereaksi terhadap permasalahan, entah masalah di rumah, di kantor maupun ataupun di kehidupan sosial.


Pak Anwas adalah ayah saya, kami anak-anaknya biasa memanggil dengan sebutan Bapak. Bapak orang hebat, demikian satu kata sifat yang bisa saya gambarkan bagi sosok beliau. Tidak hanya kesabarannya yang luar biasa, sifat arif dan bijaksana serta dapat memahami dan mengerti orang lain, kecerdasan dan keseriusannya dalam menghadapi masalah, ditambah pembawaannya santai dan
sense of humor yang selalu menyertai, menciptakan rasa aman dan nyaman bagi siapapun yang berada di dekatnya serta menjadikannya sosok pemimpin yang dapat diterima oleh semua kalangan.

Bapak dilahirkan dengan nama Ngadiran, tapi kemudian dikenal dengan nama Pak Anwas, sehingga “nama panjang” menjadi Ngadiran Anwas, atau disingkat N. Anwas. Bapak pernah menuturkan, nama Anwas merupakan julukkan yang diberikan temen-temannya pada masa sekolah dulu. Julukan tersebut diperolehnya karena Bapak orangnya cerdas dan humoris, sehingga disandingkan dengan Abu Nawas, nama tokoh dalam kisah seribu satu malam yang sangat terkenal pada masa itu. Hampir setiap permasalahan yang terjadi diantara teman-temannya, Bapaklah yang dapat mengatasinya dengan “santai tapi serius”. Nama “Abu Nawas” kemudian disingkat menjadi Anwas. Dan nama itu juga yang kemudian dibawa sampai akhir hayatnya. 

Keluarga Pak Anwas

Bapak adalah anak ketiga dari 5 bersaudara, itulah sebabnya, dalam kolom untuk anak-anak di salah satu majalah bulanan “Hikmah” terbitan Majlis Ugama Islam Sabah (MUIS) Malaysia, bapak menggunakan nama “Pak Ngah” sebagai nama penanya, karena dilahirkan sebagai anak tengah. Tidak hanya sebagai penulis di kolom anak-anak, Bapak juga mengisi artikel keagamaan di berbagai majalah terbitan Malaysia kala itu. Tak terhitung berapa jumlah karya lepas yang dihasilkan Bapak. Sempat juga menerbitkan sebuah buku dengan judul “Wahai Jiwa yang Tenteram” yang berisi pemahaman tentang islam dengan bahasan yang mudah difahami oleh orang awam. Mengapa dikatakan sempat, karena penulisan buku kedua belum selesai pada saat Bapak dipanggil Allah SWT pada bulan April tahun 1991.

Bapak gemar menulis, dari beberapa tulisannya, dapat terlihat bahwa pemikirannya jauh melebihi pengetahuan yang berkembang saat itu. Bahkan apabila tulisannya dibaca saat ini, topik pembahasan dan analisanya masih sangat relevan. Disamping sebagai penulis dan kolumnis untuk beberapa majalah dan surat kabar lokal, Bapak juga sebagai salah satu penulis naskah pidato Yang Dipertua Negeri (Kepala Negara Bagian) Sabah kala itu. Bapak selalu mendorong anak-anaknya untuk menulis, dengan cara meminta kami menuliskan apa yang dikerjakan pada hari itu atau yang sedang dirasakan. Pernah Bapak meminta kami menuliskan jadwal kegiatan yang akan dilaksanakan dalam satu minggu kedepan, kemudian hasil tulisannya di tempel di dinding kamar, hanya untuk membiasakan anak-anaknya untuk menulis. Sering beliau sampaikan bahwa “pinter nulis itu penting”, bukan untuk kemudian berprofesi sebagai penulis, tapi dengan keterampilan menulis, pasti akan berguna di masa yang akan datang. Dan hal ini terbukti, dengan keterampilan dan kebiasaan menulis, memudahkan saya mengerjakan tugas-tugas sekolah dan kuliah, begitupun dalam menjalankan pekerjaan saya. 

Tak hanya menanamkan kebiasaan menulis, Bapak juga mengajak kami untuk mengenal buku. Masih ingat ketika saya masih sekitar berusia 6 tahun, pada setiap hari Sabtu (sekolah libur pada hari Sabtu dan Ahad di Malaysia), pagi hari jam 08.00 bapak akan mengantar kami (saya dan kedua kakak laki-laki saya) ke public library di Kota Kinabalu, dan kemudian dijemput balik pada pukul 12.00 siang, terkadang juga kami pulang sendiri dengan naik bus umum. Yang menarik dari hari Sabtu ke Perpustakaan adalah program “Book Reading”. Program dibacakan buku cerita oleh pustakawan, setelah membacakan buku, akan dengan beberapa hadiah kecil, seperti permen atau coklat yang dibagikan bagi siapa yang menjawab pertanyaan dari pustakawan. Namun kebiasaan itu berubah setelah kami pindah karena ketugasan Bapak  di Keningau sebagai Kepala Pusat Latihan Dakwah Keningau (PLDK), sebuah kota kecil di pedalaman negeri Sabah. Di Keningau kami jarang sekali ke perpustakaan. 

Bapak suka sekali membaca, di rumah, tak terhitung jumlah buku yang tersusun tidak begitu rapi di beberapa rak buku. Di office Bapak, juga penuh dengan buku-buku dengan berbagai topik dan bahasan. Satu yang saya cermati, buku karya Buya Hamka merupakan buku favorite Bapak. Kebiasaan membaca Bapak kiranya menular pada Ibu, tak heran, Ibu yang tak lulus SMP, dapat mengimbangi Bapak dalam diskusi-diskusi “berat”. Kebiasaan Ibu membaca masih terlihat hingga kini dalam usianya yang menginjak 78 tahun.

Dengan membaca, pengetahuan, pemahaman dan wawasan kita berkembang dan menjadi bekal bagi kita melangkah dan mengambil keputusan. Dengan tulisan, pengetahuan, pemahaman dan wawasan kita terarsip dan dapat dibagi kepada orang lain. Siapa tahu, tulisan kita dapat memberikan pengaruh baik bagi yang membacanya. Demikianlah, literasi itu tidak hanya membaca kemudian berhenti, literasi itu sampai pada dapat menuliskan apa yang kita “baca” dalam kehidupan ini. 

Tulisan ini tentang Pak Anwas, sekedar ingin berbagi tentang sosok ayah dan panutan saya dalam mengarungi kehidupan. Dan akan ditulis dalam beberapa tulisan lepas, tidak bercerita tentang biografi dan perjalanan hidup serta perjuangan Bapak yang luar biasa dalam membela agama Allah. Namun lebih pada hal-hal kecil pengalaman saya dengan Bapak yang memberikan arti yang sangat mendalam dalam kehidupan saya, dan harapan juga menginspirasi para pembaca. Semoga. (fie')


Selasa, 22 Februari 2022

Peningkatan Layanan Perpustakaan dan Kearsipan di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta: Sebuah Upaya Penguatan Kota Yogyakarta sebagai Smart City


Pengantar


Tulisan ini merupakan makalah yang ditulis pada saat mengikuti Seleksi JPT Pemerintah Kota Yogyakarta dalam jabatan Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta tahun lalu. Makalah ditulis on spot dan tema yang diberikan pada saat itu juga. Bisa dijadikan sebagai contoh bagi bapak/ibu yang ingin mencoba mengikuti Seleksi JPT. Sungguh pengalaman yang menarik. 

Selamat membaca. 😉


LATAR BELAKANG

Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau RPJMD untuk periode tahun 2017 sampai dengan tahun 2022, disebutkan bahwa terdapat 4 (empat) target atau indikator kinerja pada bidang perpustakaan, yaitu 1) Rasio jumlah perpustakaan 2) Rasio jumlah perpustakaan per 10.000 penduduk; 3) Jumlah pengunjung perpustakaan dan 4) Jumlah koleksi buku yang tersedia. Sedang dalam bidang kearsipan, indikator kinerja adalah banyaknya jumlah OPD yang melaksanakan kearsipan secara baku dan peningkatan SDM kearsipan di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta. Kedua indikator kinerja yang tertuang dalam RJPMD tersebut menjadi kewajiban bagi Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta.

Dari indikator kinerja tersebut, dapat disimpulkan bahwa layanan pada Dinas Perpustakaan dan Kerasipan Kota Yogyakarta memiliki 2 sasaran yang berbeda. Pada bidang perpustakaan, sasaran layanan adalah masyarakat secara umum atau layanan publik, sedangkan dalam bidang kearsipan, sasaran layanan lebih pada pembinaan dan peningkatan kualitas pengelolaan arsip di lingkungan pemerintahan. Sehingga pendekatan dan strategi yang dikembangkan juga harus berdasarkan pada tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.

Bersyukur bahwa saat ini, Pemerintah Kota Yogyakarta sudah mengembangkan konsep Smart City pada arah pembangunan dan layanan kepada masayarakat, dimana konsep  smart and liveable city tidak hanya ditujukan untuk kemudahan pengelolaan pemerintahan namun juga akses yang lebih mudah bagi warga masyarakatnya atas layanan pemerintah dengan pemanfaatan teknologi informasi, namun juga kondisi nyaman dengan layanan publik yang memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Tak terkecuali pada bidang perpustakaan dan kearsipan dengan adanya aplikasi JSS (Jogja Smart Service) lebih memudahkan bagi dinas untuk memberikan dan mengembangkan layanannya.

E-office, misalnya sedikit banyak telah memberi kemudahan baik bagi OPD dalam pengelolaan kearsipannya, paling tidak pengelolaan arsip dinamis aktifnya, walaupun masih dirasa perlu untuk dikembangan yang lebih lanjut, kegiatan kearsipan mulai penciptaan, pengelolaan, sampai pada temu kembali sudah dapat dilaksanakan dengan baik.

Sedangkan dalam bidang perpustakaan, adanya website dan aplikasi terkait perpustakaan digital semakin memudahkan masyarakat untuk mengakses layanan perpustakaan. Berbicara tentang perpustakaan, pada dasarnya tugas utama dari perpustakaan adalah mengembangkan literasi masyarakat. Dimana layanan perpustakaan, dalam konsep, bentuk maupun format apapun itu, harus bermuara pada pengembangan literasi. Literasi disini tidak diartikan dalam arti sempit, kemampuan membaca, menulis dan berhitung, namun literasi dengan makna yang lebih luas, yaitu pemahaman atas pengetahuan sehingga dan menggunakan pengetahuan tersebut dalam untuk pengambilan keputusan dalam kehidupan sehari-hari. Pengambilan keputusan akan berbagai permasalahan, keputusan bagaimana bereaksi dan bersikap, bahkan sampai pada keputusan bagaimana berbicara.

Hal ini lah yang diperhatikan oleh pemerintah, bagaimana mengembangkan tidak hanya pengetahuan namun juga literasi masyarakatnya. Pada masa pandemi covid-19 saat ini misalnya, dimana himbauan protokol kesehatan 3M yang disampaikan pemerintah dirasa sangat sulit dicerna dan dipatuhi masyarakat. Walaupun dengan regulasi dan berbagai program pembatasan yang diterapkan, sebagian masyarakat masih saja mengindahkan dengan beragam argumen. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat literasi warga masyarakat yang demikian itu dapat dikatakan relatif rendah.

Dalam hal ini Dinas Perpustakaan dan Kearsipan seharusnya mengambil proporsi perannya tidak dalam mengembangkan literasi masyarakat, namun juga menyiapkan masyarakat menghadapi perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat di masa pandemi ini.

 

RUMUSAN MASALAH

Sejauh mana peran dan fungsi Dinas Perpustakaan dan Kearsipan dalam peningkatan kualitas pengelolaan kearsipan pemerintah dan pengembangan literasi masyarakat?

 


ANALISA

1.      Kondisi Saat Ini

a.      Kearsipan

Arsip merupakan dokumen penting yang diperlukan sebagai sumber informasi hukum, historis, dan perkembangan kekinian. Sedangkan kearsipan adalah kegiatan pengelolaan arsip, mulai penciptaan arsip, perawatan, pemeilharaan sampai pada temu kembali arsip. Pengelolaan arsip sangat penting bagi penyelenggaraan lembaga, apalagi lembaga pemerintah, dimana arsip dapat merupakan barang bukti hukum dan historis atas suatu penyelenggaraan pemerintahan. Namun hal ini kurang banyak disadari oleh para penyelenggaraan pemerintahan (baca: OPD), banyak yang beranggapan bahwa urusan kearsipan adalah urusan arsiparis dan dinas yang membidanginya. Sehingga tidak jarang, pengelolaan arsip di OPD terlihat tidak terurus dengan pengelolaan seadanya, lebih “miris” lagi, SDM atau personil pengelola arsip ditunjuk personil yang dinilai “tidak potensial”, karena berpendapat bahwa mengelola arsip adalah pekerjaan yang mudah dan membosankan. Pandangan inilah yang harus diluruskan, sehingga tidak berlebihan, dalam RJPMD, kuantitas OPD yang “sadar” arsip dan peningkatan kualitas SDM kearsipan masih menjadi indikator kinerja.

Program kerja yang efektif dan efisien yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi dan beradaptasi dengan situasi pandemi covid-19 harus dikembangkan demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Sehingga tidak ada lagi, keluhan dari berbagai OPD bahwa kehadiran Arsiparis di OPD hanya melakukan hal yang sama dengan nama program yang berbeda.

 

b.      Perpustakaan

Perpustakaan berasal dari kata pustaka, yang artinya buku atau kitab. Sedangkan perpustakaan dapat diartikan sebagai tempat untuk mendapatkan akses dan layanan terkait informasi, ilmu pengetahuan, data dan sumber ilmu lainnya dalam bentuk maupun format apapun. Terdapat 4 (empat) fungsi perputakaan yaitu sebagai tempat pendidikan, memperoleh informasi dan pengetahuan, tempat rekrasi dan tempat pengembangan kultural.

Dari 4 (empat) fungsi tersebut, dapat dijelaskan bahwa perpustakaan bukannya tempat ditatanya buku-buku untuk dibaca dan dipinjam, namun juga sebagai tempat yang menyenangkan dan mencerdaskan. Kegiatan yang rekreatif dengan tempat yang nyaman harus diciptakan untuk “mengundang” warga masyarakat berkunjung ke perpustakaan. Konsep “The Dynamic Library” yang sudah dikembangkan sejak tahun 2008 bahwa perpustakaan adalah tempat yang dinamis dengan segala macam aktivitas yang bermuara pada pengembangan literasi masyarakat harusnya tetap dijalankan dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin meroket. Lebih jauh lagi, dengan adanya pandemi covid-19, adaptasi layanan perpustakaan haruslah dikembangkan, layanan perpustakaan “tidak hanya” membaca buku, namun bagaimana warga masyarakat dapat membaca buku dan memperoleh informasi, ilmu pengetahuan, pengalaman serta  rekreasi kapan dan dimanapun berada. Sehingga layanan perpustakaan tidak terbatas pada hari dan jam buka layanan.

 

2.      Kondisi yang Diinginkan

a.      Kearsipan

Sebagaimana diuraikan sebelumnya, bahwa terdapat 2 permasalahan yang saling terkait pada bidang kearsipan, yaitu: paradigma kurang pentingnya pengelolaan arsip bagi sebagian karyawan dan pimpinan OPD yang berdampak pada ketidakseriusan OPD dalam mengelola arsipnya. Hal inilah yang harus diatasi terlebih dahulu, untuk meningkatkan kualitas pengelolaan arsip di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta.

Sehingga kondisi yang diinginkan adalah bagaimana pegawai atau karyawan di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta memiliki kesadaran (awareness) akan pentingnya arsip dan pengelolaannya dan mau melalukan kegiatan pengelolaan arsip sesuai standar baku yang telah ditetapkan, baik secara manual maupun secara elektronik. Disamping itu juga mengembangkan e-office pada JSS sehingga dapat semakin user friendly dalam pengelolaan arsip, dan tidak hanya terbatas pada pengelolaan surat menyurat, namun juga sampai pada pengarsipan yang sesuai dengan standar baku kearsipan.

 

b.      Perpustakaan

The more people get the knowledge, the more knowledge goes to people” atau “semakin banyak pengetahuan yang diperoleh masyarakat, dan semakin banyak masyarakat yang memperoleh pengetahuan”, kiranya inilah frasa atau kata kunci yang diharapkan dapat dijalankan di Perpustakaan Kota Yogyakarta. Dimana perpustakaan menjadi tempat yang cozy dan menyenangkan bagi semua orang. Tempat berbagai macam layanan yang cerdas dan rekreatif dapat dengan mudah diakses baik secara manual maupun dengan teknologi informasi.

 

3.      Inovasi yang Akan Dilaksanakan

Jelas tertuang dalam RJPMD bahwa Dinas Perpustakaan dan Kerasipan Kota Yogyakarta memiliki 2 sasaran layanan yang berbeda. Pada bidang kerasipan, sasaran layanannya adalah karyawan di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta dan warga masyarakat atau publik secara umum adalah sasaran layanan pada bidang perpustakaan. Hal ini tentunya menuntun Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta memiliki strategi dan inovasi yang berbeda dalam mencapaian tujuannya. Strategi dan pendekatan yang pertama lebih pada pendekatan secara birokrasi dan administrasi sedang yang kedua, lebih pada pendekatan layanan publik yang ramah, cerdas dan menyenangkan.

Berikut strategi dan inovasi yang dapat dilakukan dalam mencapai kondisi yang diharapkan sebagaimana diuraikan sebelumnya.

a.      Kearsipan

1)      Program “Sahabat Arsiparis”

Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan bagi pengelola arsip dan karyawan di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta pada umumnya. Program ini mengadopsi dari konsep Bisnis MLM dimana seorang Arsiparis menjadi Upline dan bersahabat dengan pengelola arsip di OPD, khususnya dan karyawan pada umumnya. Adapun pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan “dari hati ke hati”, dengan program yang dapat dirancang oleh Arsiparis. Sehingga diharapkan dapat menimbulkan snowbolling effect. Komunikasi tidak harus bertatap muka, bisa dengan memanfaatkan teknologi dan menyeseuaikan kondisi pada saat pandemi. Tentunya sebelum program ini diluncurkan, pelatihan dan pembekalan bagi Arsiparis akan dilakukan terlebih dahulu.

 

2)      Efektifitas dan Efisiensi Program Pembinaan

Banyak dikeluhkan bahwa, setiap kali Arsiparis berkunjung ke OPD, hal yang sama akan dilakukan dengan nama program yang berbeda. Penilaian lomba arsip, monitoring, pendampingan dan masih banyak lagi yang pada dasarnya memiliki keluaran atau output yang sama.

Hal ini dapat diatasi dengan meleburkan berbagai jenis program dengan output yang sama tersebut ke dalam satu bentuk program pembinaan yang terukur dan terarah. Disamping efesien secara anggaran, pembagian ketugasan arsiparis juga akan lebih merata dan efisien.

 

3)      Pengembangan aplikasi e-office

Pemanfaatan e-office pada JSS saat ini sudah sangat membantu dalam pengelolaan arsip, khususnya dalam hal pengelolaan surat menyurat, baik di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta maupun dengan pihak luar. Namun masih dapat dikembangkan, tidak hanya terbatas pada pengelolaan surat menyurat tapi juga untuk pengelolaan arsip dalam arti yang lebih luas.

 

b.      Perpustakaan

1)      Revitalisasi landscape dan fasilitas serta sarana prasarana perpustakaan di kawasan Kotabaru.

Perpustakaan Kota Yogyakarta terletak di Kawasan Kotabaru, kawasan premium yang telah direvitalisasi dan mejadi destinasi wisata Kota Yogyakarta, dan sejak 4 tahun terakhir, kawasan tersebut telah dicanangkan sebagai “Kotabaru Public Space”, sehingga landscape dan bangunan harus seirama dengan atmosfer yang dikembangkan di kawasan tersebut.

Penataan landscape dan tampilan gedung dapat dilakukan agar yang sejalan dengan konsep kawasan, disamping itu, penataan yang “mirip cafe” yang bernuansakan budaya dan Jogja dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi warga masyarakat. Pemenuhan fasilitas dan sarana prasarana yang disesuaikan dengan konsep “Adaptasi Kebiasaan Baru” (AKB), akan memudahkan penerapan protokol kesehatan, tanpa menghilangkan nilai estetik dan kenyamanan, sehingga, misalnya, tidak perlu lagi menuliskan tanda silang pada meja atau kursi.

Dan sebagai bagian dari Kotabaru public space, Perpustakaan Kota Yogyakarta dapat dikembangkan sebagai tempat kreatif untuk “kerja dan diskusi bareng” atau co-working space, tempat diskusi dan belajar bagi mahasiswa dan pelajar serta warga masyarakat pada umumnya, tidak hanya sebagai wahana pengembangan literasi tetapi juga menguatkan ikon Kota Yogyakarta sebagai kota pendidikan, wisata dan budaya sekaligus.

 

2)     Diversifikasi layanan program kegiatan, khususnya dengan basis informasi teknologi

Pandemi memaksa semua layanan publik untuk membatasi aktivitasnya, bukan dalam arti luas namun pembatasan dalam arti fisik dan keramaian. Sehingga, layanan “terbatas” secara fisik di Perpustakaan Kota Yogyakarta dapat “diganti” dengan layanan dengan memanfaatkan teknologi informasi. Peragaman atau diversifikasi layanan perpustakaan juga harus dilakukan, disamping layanan e-book yang telah dikembangkan, layanan “rekreatif” bagi anak sekolah yang “bosan” belajar di rumah dapat dikembangkan dengan menggunakan platform yang sudah ada, semisal sportify dan youtube. “BOOKIE BERCERITA” dengan menggunakan platform sportify misalnya, dapat dikembangkan sebagai ajang kreasi anak-anak menggantikan program “Mendogeng” yang dilaksanakan secara fisik di perpustakaan.

 

3)      Pengembangan kerjasama berbasis program

Keterbatasan anggaran selalu menjadi “Kambing Hitam” tidak terlaksananya suatu inovasi atau ide, pengembangan kerjasama dengan berbagai pihak yang memiliki visi dan misi serta tujuan yang sama dapat dilakukan untuk pengembangan program dan layanan yang lebih luas.

 


KESIMPULAN


Kesimpulan pada makalah ini adalah:

1. Berdasarkan indikator kinerja pada RJPMD, terdapat 2 sasaran layanan pada Dinas Perpustakaan dan Kerasipan Kota Yogyakarta, yaitu karyawan di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta pada bidang kearsipan dan warga masyarakat atau publik secara umum adalah sasaran layanan pada bidang perpustakaan

2.  Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta memiliki strategi dan inovasi yang berbeda dalam mencapaian tujuannya, sesuai dengan sasaran layanannya.

3. Strategi dan pendekatan yang pertama lebih pada pendekatan secara birokrasi dan administrasi sedang yang kedua, lebih pada pendekatan layanan publik yang ramah, cerdas dan menyenangkan.


 REKOMENDASI

Rencana kerja yang akan dilaksanakan dalam upaya peningkatan layanan pada Dinas Perpustakaan dan Kerasipan Kota Yogyakarta adalah:

1.      Untuk Bidang Kearsipan

a.    Pelaksanaan inovasi peningkatan kualitas sumber daya manusia pada bidang kearsipan dengan Program “Sahabat Arsiparis”.

b.    Peningkatan kualitas Program Pembinaan Pengelolaan Arsip di OPD dengan peningkatan efektifitas dan efisiensi program.

c.       Peningkatan kualitas pengelolaan arsip dengan pengembangan aplikasi e-office.

 

2.      Untuk Bidang Perpustakaan

a.  Revitalisasi landscape dan fasilitas serta sarana prasarana perpustakaan di kawasan Kotabaru.

b.      Diversifikasi layanan program kegiatan, khususnya dengan basis informasi teknologi.

c.       Pengembangan kerjasama berbasis program.

 

 

 

 

 

 

 

Gantari: Pusat Unggulan Naskah Kuno di Perpustakaan Kota Yogyakarta

Selayang Pandang Pusat Unggulan Naskah Kuno Gantari , yang bernaung di bawah Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta, merupakan ini...