Indonesia adalah negara kepulauan
dengan lebih dari 17.000 pulau, terbagi menjadi 34 propinsi dengan jumlah
penduduk 240 juta jiwa, menjadikan Indonesia kaya dengan keanekaragaman budaya
dan adat istiadat. Selain itu, Indonesia juga terdiri lebih dari 700 bahasa
daerah dan lebih dari 300 suku bangsa yang eksis berkembang dan hidup dalam
adat dan kebiasaannya masing-masing. Namun keanekaragaman tersebut tidak menjadi
penghalang bagi kemajuan, bahkan menjadi modal dan alat pemersatu bangsa. Hal
ini dikarenakan sikap toleransi dan saling menghargai yang kental dalam
kehidupan di Indonesia. Dibawah naungan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” (berbeda-beda namun tetap satu) menjadikan keanekaragaman
yang ada dapat berkembang berdampingan tanpa meninggalkan identitas dan
kearifan lokalnya.
Ditengah-tengah kebhinekaan budaya dan adat
istiadatnya, diharapkan keduanya dapat berkolaborasi secara serasi ditengah
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia dalam mencapai kemajuan
bangsa. Artinya, dalam menjaga eksistensi budaya dan adat istiadat tidak
menjadi penghambat perkembangan ilmu dan pengetahuan dalam kancah percaturan
global, dan sebaliknya perkembangan ilmu pengetahuan tidak mematikan eksistensi
budaya dan adat istiadat lokal yang ada.
Terlebih lagi Kota Yogyakarta, yang sering dapat dikatakan
sebagai miniatur Indonesia karena banyaknya pelajar dan mahasiswa dari seluruh
Indonesia menuntun ilmu disini. Dengan budaya dan adat istiadat Jawa yang
sangat kental, keluasan berfikir dan toleransi yang tinggi sangat diperlukan
bagi warga masyarakatnya.
Hal ini sangat disadari oleh Taman Pintar
Yogyakarta, sebagai sebuah science center
yang berada di jantung kota Yogyakarta, sebuah kota yang dikenal sebagai Kota
Pendidikan dan Budaya, mempunyai fungsi yang sangat strategis dalam mengembangkan
dan memotivasi masyarakat pada umumnya dan pelajar serta generasi muda pada
khususnya, untuk mengenal, memahami dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam koridor
budaya asli daerahnya. Taman Pintar diharapkan dapat menjadi koridor yang dapat
membingkai dan menuntun masyarakat dalam memahami dan mengambil kemanfaatan
kemajuan teknologi untuk mempermudah dan meningkatkan kualitas hidup bangsa.
Sekilas Taman Pintar Yogyakarta
Taman Pintar Yogyakarta
yang merupakan lembaga layanan publik dibawah Pemerintah Kota Yogyakarta, pertama
dibangun dan didirikan pada tahun 2004. Gagasan pembangunan Taman Pintar
dimaksudkan untuk menghadapi realitas perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta adanya komitmen pemerintah Kota Yogyakarta dalam meningkatkan
mutu pendidikan bagi masyarakat dan para pelajar pada khususnya. Hal ini tidak
terlepas dari ikon Yogyakarta sebagai kota pendidikan dan budaya, sehingga pada
saat itu Taman Pintar Yogyakarta merupakan ikon baru bagi Kota Yogyakarta.
Mengambil visi sebagai wahana ekspresi, apresiasi
dan kreasi sains dalam suasana yang menyenangkan, Taman Pintar memiliki tujuan
untuk menumbuhkembangkan minat anak dan generasi muda terhadap sains, melalui imajinasi, percobaan dan
permainan dalam rangka pengembangan sumber daya manusia Indonesia yang
berkualitas. Sehingga tidak berlebihan jika motto ”mencerdaskan dan
menyenangkan” sangat lekat dalam setiap wahana dan media pembelajaran sains
yang ada.
Berlokasi di jantung kota, Taman Pintar
terletak di pusat aktivitas pemerintahan, ekonomi, dan pusat pariwisata
Yogyakarta. Dengan letaknya yang strategis, maka akses ke Taman Pintar dapat
dikatakan cukup mudah dari segala penjuru. Disisi lain, dengan kondisi tersebut,
Taman Pintar tidak memiliki lahan dan ruang yang cukup luas untuk dilakukan
pengembangan atau perluasan.
Saat ini Taman Pintar hanya menempati lahan
seluas 1,2 hektar (12.000m2) yang terdiri dari 12.200m2 luas lantai bangunan dengan 5.600m2 tapak bangunan, dan 4.400m2 lahan
terbuka. Dengan lahan yang relatif
sempit, maka strategi pengembangan untuk mencapai keberagaman wahana dan media
pembelajaran yang semakin lengkap, dilakukan secara inovatif dan kreatif,
dengan tetap mempertahankan suasana yang mencerdaskan dan menyenangkan.
Suasana tersebut sudah terlihat mulai dari area
penyambutan, playground, gedung, sampai pada media pembelajaran dan alat
peraganya. Terdapat 5 gedung di Taman Pintar, yaitu 2 buah gedung utama yang
terdiri dari gedung oval dan gedung kotak, serta 3 gedung pendukung yaitu
gedung memorabilia, gedung pendidikan anak usia dini, serta gedung planetarium.
Didalamnya terdapat 46 wahana atau zonasi yang merupakan pengembangan dari 6
kluster ilmu pengetahuan, dan 1.273 unit media pembelajaran atau alat peraga
yang hampir kesemuanya dirancang interaktif bagi para pengunjung.
Disamping menyediakan sarana pembelajaran berupa
media dan alat peraga pendidikan sains, Taman Pintar juga menyelenggarakan
beragam program kegiatan pengembangan sains. Hal ini dimaksudkan untuk
mengopimalkan fungsinya sebagai science
center, dan lebih luas lagi merupakan implementasi dari filosofi Ki Hajar
Dewantara, yaitu niténi – niroaké –
nambahi. Program kegiatan yang dikembangkan sangat beragam dan disesuaikan
dengan sasaran serta tujuannya, ada yang bersifat rutin harian, berkala mingguan
dan ada pula yang bersifat tahunan ataupun insidental.
Sebagai contoh, workshop singkat membatik, membuat
dan melukis gerabah serta Hand on Science,
merupakan contoh program yang dilaksanakan secara rutin setiap hari. Program one earth dan edukasi nutrisi
dilaksanakan mingguan, sedangkan workshop dan kontes robot serta roket air merupakan
event tahunan.
Sasaran utama pengunjung Taman Pintar adalah anak
dan pelajar usia 2 sampai dengan 18 tahun. Namun dari statistik terakhir,
masyarakat diluar usia tersebut juga menikmati dan mendapat pengalaman serta
pemahaman baru tentang sains. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kunjungan
Taman Pintar yang mencapai 1 juta pengunjung tiap tahunnya, dan 28% diantaranya
adalah masyarakat usia dewasa.
Kearifan
Lokal dan Maknanya bagi Masyarakat Indonesia
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa Indonesia
merupakan negara yang kaya akan keragaman budaya dan adat istiadat, terletak
diantara 2 benua dan 2 samudera, dengan 5 pulau besar yaitu pulau Kalimatan,
Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Papua, yang masing-masing pulau terdapat sekian
banyak suku bangsa.Tidak mengherankan jika berkembang pula budaya dan adat
istiadat pada masing-masing pulau tersebut. Budaya, adat istiadat dan kebiasaan
tersebut kemudian berkembang menjadi “nilai-nilai baik dan kebijaksanaan” yang
kemudian dikenal sebagai kearifan lokal.
Secara sederhana,
kearifan lokal dapat diartikan sebagai nilai-nilai budaya yang baik dalam suatu masyarakat, yang
muncul sebagai bentuk adaptasi terhadap alam dan lingkungan tempat tinggalnya,
yang diajarkan secara turun temurun dan kemudian diimplementasikan serta tercermin
dalam kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa kearifan lokal
merupakan pengetahuan lokal yang sudah sedemikian menyatu dengan sistem
kepercayaan, norma dan budaya serta diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang
dianut dalam jangka waktu yang lama.
Pemahaman
budaya dalam konteks kearifan lokal tidak terbatas pada budaya kesenian, misalkan
tari-tarian dan alat musik, maupun kerajinan tangan atau ritual upacara daerah,
namun kepercayaan, sikap hidup, konsep, filosofi sampai pada teknologi juga termasuk
didalamnya.
Bagi bangsa Indonesia, kearifan lokal tentunya tidak
hanya diartikan dalam makna kedaerahan yang sempit, namun secara lebih luas,
kearifan lokal juga mengarah pada nilai-nilai budaya Indonesia. Secara umum,
muatan budaya lokal juga tumbuh sebagai sumber budaya nasional, yang dapat
diterima atau setidaknya dipahami oleh masyarakat Indonesia secara luas.
Koridor Kearifan Lokal dalam Pengembangan
Taman Pintar Yogyakarta
Kearifan lokal tentang keindonesiaan juga sangat
kental ditemui di Taman Pintar, baik secara filosofis maupun fisik. Koridor kearifan lokal pada
pengembangan Taman Pintar sudah direncanakan sejak awal pendiriannya, hal ini
dimaksudkan bahwa nilai-nilai kearifan lokal dapat sejalan dengan kemajuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak bersanding, namun antara
keduanya dapat saling mengisi dan mendukung perkembangan masing-masing.
Disamping sebagai
paradigma yang mewarnai pengembangan Taman Pintar, kearifan lokal juga
tercermin dalam materi atau isi pada pengembangan konten dan wahana atau zona. Hal
ini sebagai upaya mengenalkan nilai-nilai dan budaya lokal pada genarasi muda
secara langsung, mengingat diakui atau tidak, pemahaman tentang budaya dan
sejarah bangsa sudah mulai terkikis di kalangan generasi muda, terlebih dengan
adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang hampir tidak
terbendung.
Secara filosofis, nilai kearifan lokal dapat dilihat
dari pendekatan pengembangan, logo dan maskot Taman Pintar. Pendekatan yang digunakan dalam
pengembangan wahana dan media pembelajaran, Taman Pintar mengadopsi filosofi
pembelajaran dari salah satu ajaran Ki Hajar Dewantara, yang merupakan Bapak
Pendidikan Indonesia, yaitu: niténi
(memahami),
niroaké (mencontoh) dan nambahi (mengembangkan). Pendekatan ini diejawantahkan dalam pola sirkulasi, wujud susunan wahana,
maupun materi isi serta media pembelajaran yang ada.
Niténi berarti menandai dengan cara memperhatikan secara seksama dengan
menggunakan seluruh indra. Niroaké
berarti
menirukan apa yang telah difahami dari proses niteni, sedang nambahi berarti menambah apa yang telah
difahami dari dua proses sebelumnya untuk membuatnya lebih baik atau
menyempurnakan. Dalam konteks pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, ajaran ini mengandung makna bahwa ilmu dapat diperoleh dengan
mempelajari ilmu yang sudah ada, memilih yang diperlukan dan kemudian diperkaya
dan dikembangkan sesuai dengan kearifan lokal budaya Indonesia, sehingga
menghasilkan ilmu pengetahuan, pendidikan dan budaya yang unik yang mengakar
pada budaya bangsa Indonesia.
Adapun Logo Taman Pintar merupakan penyederhanaan
dari bentuk kembang api, yang merupakan simbolisasi dari intelegensi dan
imajinasi. Dalam bahasa Jawa, kembang api menggambarkan “mlethik” dan “padhang mak
byar”, yang artinya pintar dan cerdas. Adapun maskot Taman Pintar adalah
“Tepi”, seekor burung hantu yang menggunakan blangkon (penutup kepala khas budaya Jawa) dan membawa tas.
Sebagaimana diketahui bahwa burung hantu merupakan lambang ilmu pengetahuan dan
mampu mewakili fungsi Taman Pintar sebagai wahana apresiasi, ekspresi dan
kreasi sains bagi masyarakat. Sedangkan blangkon menunjukkan identitas lokal
budaya Jawa.
Penanaman
Nilai-Nilai Kearifan Lokal pada Wahana di Taman Pintar
Sejak memasuki
gerbang Taman Pintar, pengunjung disambut dengan prasasti yang bertuliskan
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati para pemimpin dan
pahlawannya”. Prasasti tersebut terletak tepat di belakang pintu masuk Taman
Pintar memberikan pesan kepada generasi muda untuk menghargai jasa pahlawan dan
pemimpinnya. Disamping sebagai penghargaan bagi para pahlawan dan pemimpin,
prasasti tersebut juga mengandung makna untuk memotivasi generasi muda agar
mengisi kemerdekaan yang telah diupayakan oleh para pejuang dan pahlawan pada
masa lalu.
Satu kesatuan dengan prasasti, pada kedua sisi jalan
gerbang utama terdapat “Tapak Presiden”. Sebuah bangunan yang disisi depannya tercetak
telapak kaki dan tangan Presiden Indonesia, dan bingkai besi yang ditempa
dengan pola gambaran atau motif “pamor”. Pamor adalah pola atau gambaran
tertentu berupa garis, lengkungan, lingkaran, noda, titik atau belang-belang
yang tampak pada permukaan bilah keris atau tombak. Pola tersebut tampak dengan
teknik tempa pada pembuatan keris atau tombak, dan dalam catatan sejarah, tidak
ada bangsa lain selain Indonesia yang mengenal seni tempa senjata berpamor
sebelum abad ke-10. Sehingga dapat dikatakan bahwa teknik tempa ini merupakan
keterampilan khas Indonesia, khususnya Pulau Jawa.
Disamping secara fisik menunjukan bangunan dengan kearifan
lokalnya, “Tapak Presiden juga disertai rekaman pesan singkat dalam bentuk audio
yang akan aktif secara otomatis jika tersentuh pada cetakan logam telapak
tangan dan kaki pada masing-masing tokoh tersebut. Hal ini dimaksudkan agar
pengunjung mengenang dan menghargai betapa di atas langkah-langkah kaki dan
tangan-tangan mereka, bangsa Indonesia selama ini di “jalankan”. Disini juga
diajarkan, meskipun pemimpin bangsa Indonesia berasal dari latar belakang dan
daerah yang berbeda-beda, namun tetaplah berkarya bagi satu bangsa Indonesia.
Setelah melewati
tapak presiden, persis di tengah-tengah di depan pintu gedung utama Taman
Pintar berdirilah dengan kokoh “Gong Perdamaian Nusantara” yang ditopang oleh
suatu bentuk gunungan dalam pewayangan dan dibawahnya tertanam tanah dari 34
propinsi di Indonesia. Dalam gong perdamaian nusantara terpahat dengan indah peta
Indonesia ditengah-tengahnya, dan dikelilingi simbol atau lambang 5 kepercayaan
yang diakui di Indonesia serta lambang daerah dari 34 propinsi dan 444
kabupaten dan kota yang ada di Indonesia
yang kesemuanya dapat berdampingan secara indah dan serasi dalam suatu media
“Gong”.
Bagi bangsa
Indonesia khususnya Jawa, gunungan dan gong adalah dua buah benda yang sarat
makna dan filosofi kearifan lokal. Keduanya merupakan perangkat yang selalu ada
dalam sebuah pagelaran wayang. Sebuah pertunjukkan yang biasa dimainkan untuk
memberi nasihat pada masyarakat melalui kisah kehidupan yang sarat nilai dan
filsafat.
Gunungan berbentuk
kerucut melambangkan kehidupan manusia, semakin tinggi ilmu akan semakin
bijaksana dalam menjalani hidup. Disamping itu, gunungan juga memuat ajaran
agar manusia meneladani alam yang bersifat memberi dan tidak membeda-bedakan dan bertindak selaras. Adapun gong adalah salah
satu jenis musik tradisional dalam perangkat gamelan yang biasa dimainkan pada
akhir ketukan yang melambangkan doa kepada yang mahakuasa, sekaligus menjadi
pengingat akan jati diri manusia.
Masih di halaman
terbuka Taman Pintar, di salah satu playground dibangun zona kehidupan desa,
yang diberi nama “Desaku Permai”. Disini, pengunjung dan anak-anak dikenalkan
kembali dan merasakan tatanan kehidupan desa, seperti bercocok tanam, berkebun,
dan beternak, disamping juga tentang sistem irigrasi dan fungsi kentongan,
lumping dan alu. Mengajarkan bahwa sejak dahulu kala, bangsa Indonesia telah
memiliki sistem tatanan kehidupan sendiri secara turun temurun.
 |
Belajar membatik di Rumah Batik Taman Pintar Yogyakarta |
Tepat disamping
Desaku Permai, terdapat “Rumah Batik” yang dirancang sesuai dengan model rumah
tradisional Jawa, dimana
pengunjung dapat mengenal dan mempraktekan proses pembuatan kain batik. Proses
dimulai dari melukis kerangka desain, ngisen-ngiseni,
nembok, mewarnai sampai pada nglorot. Batik merupakan salah satu identitas
Indonesia. Dengan mengetahui proses
membatik, diharapkan masyarakat akan lebih mencintai dan menghargai batik yang
telah diakui sebagai warisan budaya.
Gedung memorabilia adalah gedung pertama yang
dikunjungi pada alur kunjungan Taman Pintar. Disebut Gedung Memorabilia, karena
gedung ini dirancang secara khusus untuk menampilkan peraga pembelajaran
sejarah dan budaya Indonesia, khusunya budaya Jawa. Terdapat 3 zona dalam gedung
ini, Zona Sejarah Kasultanan Karaton, Zona Sejarah Pendidikan dan Zona Sejarah
Presiden.
Adanya zona yang memberikan informasi terkait
karaton sangat penting bagi Taman Pintar. Sebagai kota budaya, Yogyakarta
memiliki warisan budaya yang adiluhung, yaitu karaton. Karaton berasal dari akar kata ka – ratu – an, yang
berarti tempat tinggal ratu atau raja.Walaupun
kesultanan Yogyakarta secara resmi telah menjadi bagian Republik Indonesia pada tahun 1950, kompleks bangunan karaton
ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi
kesultanan hingga saat ini.
Terdapat
maket Karaton di Zona Kasultanan Karaton, menampilkan
Karaton dengan miniatur kecil beserta penjelasan tata ruang dan berbagai
filosofi beserta makna
dari setiap aspek kehidupan masyarakat Jawa. Pada zona ini juga, menampilkan sejarah
raja-raja yang pernah memerintah wilayah ini, mulai dari Sri Sultan
Hamengkubowono I sampai pada Sri Sultan Hamengkubowono X, yang terakhir
merupakan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini.
Zona Sejarah Pendidikan menampilkan sejarah 3 tokoh
utama pendidikan Indonesia, yaitu Ki Hajar Dewantara, KH.Ahmad Dahlan dan KH.
Hasyim Asy’Arie. Pemaparan tentang tokoh pendidikan Indonesia penting dan strategis
bagi penanaman nilai-nilai pendidikan para pengunjung dan generasi muda.
Zona terakhir pada gedung memorabilia adalah Zona Kepresidenan.
Pada zona ini menampilkan sejarah perjalanan dan perjuangan bangsa Indonesia
yang terekam melalui sejarah kehidupan para presiden Indonesia, sejak Presiden
pertama Sukarno,
sampai pada presiden ke-6, yaitu Susilo Bambang Yuduyono yang saat ini memerintah. Zona ini
merupakan pendalaman materi dari tapak presiden pada area playground. Pada zona ini, dijelaskan lebih lanjut sejarah
perjuangan bangsa mulai dari awal kemerdekaan sampai pada pembangunan Indonesia
pada saat ini. Disamping menampilkan foto-foto presiden dan foto-foto penting
sejarah perjuangan bangsa, barang-barang milik pribadi presiden juga dipamerkan
pada zona ini.
“Indonesiaku”
 |
Dome Area Taman Pintar Yogyakarta |
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, Taman Pintar
memiliki 2 gedung utama yaitu gedung oval dan gedung kotak. Disebut gedung oval
dan gedung kotak karena apabila dilihat dari atas, akan tampak berbentuk oval
dan kotak. Beragam zona pembelajaran berada dalam dua gedung tersebut. Terdapat
enam kluster pembelajaran pada kedua gedung ini, yaitu Kluster Awal Mula
Kehidupan, Kluster Tata Surya, Kluster Dome Area, Kluster Jembatan Sains, Kluster
Teknologi Populer dan terakhir Kluster Indonesiaku. Masing-masing kluster
menampilkan materi dan informasi sesuai dengan bidang ilmu pengetahuan, yang
dibagi menjadi berbagai zona.
Pengenalan dan penanaman nilai-nilai kearifan lokal
pada pengunjung khususnya generasi muda secara langsung dapat dilihat dari
adanya Kluster Indonesiaku, disamping juga pada area playground maupun gedung
memorabilia sebagaimana disebutkan sebelumnya. Kluster “Indonesiaku” berada di
Gedung Oval Taman Pintar. Pada Kluster Indonesiku, zona yang ditampilkan tidak
hanya berkaitan dengan warisan budaya Indonesia, namun juga pengetahuan tentang
tatanan sosial dan pemerintahan serta kondisi geografis alam Indonesia.
Terdapat beberapa warisan budaya yang juga diakui
oleh UNESCO ditampilkan pada kluster Indonesiaku. Diantaranya adalah candi
Borobudur, keris, wayang dan batik ,yang dikemas secara menarik dan interaktif
serta disajikan dengan menggunakan teknologi ICT. Hal ini dimaksudkan bahwa,
pengenalan budaya juga dapat dibarengkan dengan pengenalan teknologi modern. Disamping
itu juga agar para pengunjung lebih mudah untuk memahami isi materinya, juga
agar materi terkait budaya tidak terkesan membosankan dan ketinggalan jaman.
Sebagai contoh adalah Candi Borobudur, yang merupakan salah satu warisan leluhur
bangsa Indonesia yang sangat terkenal dengan kemegahan arsitekturnya yang
bertingkat-tingkat, disamping juga sebagai situs yang diakui UNESCO sebagai salah
satu Situs Warisan Dunia (World Heritage
Site). Replika Candi Borobudur tersebut ditampilkan di Taman Pintar, tidak
hanya ingin mengenalkan bentuk dan struktur bangunannya, namun juga sejarah
serta filosofi yang terkandung dalam setiap sturktur bangunannya. Hal ini untuk
memberikan pemahaman bahwa Borobudur tidak hanya dikagumi karena arsitekturnya,
namun makna filosofis yang terkandung didalamnya juga menjadi pembelajaran bagi
generasi berikutnya.
Secara filosofis, struktur bangunan Borobudur yang
bertingkat-tingkat tersebut menggambarkan tingkatan perilaku manusia. Berdasarkan
bagian-bagiannya, terdapat 3 tingkat yang juga mengandung makna 3 tingkatan
sifat manusia, yaitu: 1) Kaki candi, yang disebut Kamadhatu atau juga ranah hawa nafsu, menggambarkan sifat manusia
yang masih dikuasai nafsu duniawi atau materi; 2) Badan candi atau Rupadhatu, atau juga disebut ranah
berwujud, menggambarkan sifat
manusia yang sudah mulai meninggalkan keinginan duniawi, namun masih terikat
oleh pengertian dunia nyata; dan tingkatan tertinggi adalah 3) Puncak candi atau
Arupadhatu, atau ranah tak berwujud,
mencerminkan perilaku manusia yang sudah terbebas dari hal-hal yang berbau
duniawi.
Keris, yang juga telah
dikukuhkan oleh UNESCO sebagai karya Adilihung Warisan Kemanusiaan (The Masterpiece of the Oral and Intangible
Heritage of Humanity) adalah senjata sekaligus mahakarya asli Indonesia
yang sarat dengan filosofi mengajarkan sifat keluhuran budi dan keberanian. Di
Taman Pintar, ragam pengetahuan tentang keris ditampilkan pada Zona Keris.
Nama-nama bagian keris, perkakas untuk membuatnya, ragam bentuk keris (lurus
dan luk) serta fungsi yang melekat pada keris dijelaskan secara luas. Satu sisi yang sangat modern
dari keris adalah teknologi pembuatannya dimana merupakan teknologi penyepuhan
logam yang sudah sangat maju.
Tidak hanya keris, batik, wayang
dan gamelan juga ditampilkan dalam zona-zona tersendiri. Kekayaan warisan
budaya tersebut sangat penting ditampilkan di Taman Pintar, hal ini dimaksudkan
agar pengunjung, khususnya generasi muda tetap dapat mengenal ragam peninggalan
budaya yang adiluhung yang sekarang sudah banyak ditinggalkan dan dilupakan.
Dengan mengenal dan memahami, diharapkan mereka kemudian akan termotivasi untuk
mempelajari lebih lanjut, kemudian menjaga dan melestarikan dan kemudian juga
dapat mengembangkan menjadi suatu budaya baru yang asli Indonesia.
Salah
satu contoh kolaborasi teknologi ICT pada gamelan adalah diaplikasikannya
gamelan jawa berbasis teknolgi ICT. Hal ini membuktikan bahwa ternyata budaya
(alat musik jawa) yang adiluhung juga mampu ditampulkan dengan format teknologi
tinggi. Selain menggugah rasa penasaran pengunjung, juga mampu menyuguhkan “nuansa” unik dan lebih menarik bagi generasi muda
untuk lebih peduli terhadap gamelan.
Pengenalan tentang kearifan lokal
tidak hanya ditampilkan dalam bentuk budaya, namun kondisi alam dan geografis
lokal juga dikenalkan pada masyarakat.
Sebagaimana banyak diketahui bahwa, secara geografis, Yogyakarta adalah daerah
rawan bencana alam. Pada bulan Mei 7 tahun silam, telah terjadi gempa dengan
skala yang besar di Yogyakarta, berdasarkan data, jumlah korban mencapai 5.600
orang tewas dan 38.000 orang luka-luka. Jauh beberapa waktu silam, pada bulan
Juni tahun 1867 pernah juga terjadi gempa besar di Yogyakarta, namun peristiwa
tersebut tidak banyak diketahui masyarakat, sehingga antisipasi menghadapi hal
tersebut sering dilupakan.
Sebagai salah satu upaya menyadarkan masyarakat bahwa Yogyakarta merupakan
daerah rawan gempa, Taman Pintar mempunyai zona “cuaca, iklim dan gempa bumi”. Selain mengenalkan dan memberi informasi tentang
keadaan geografis daerah lokal juga pada zona ini, pengunjung diingatkan kembali gempa 27 Mei
2006 dengan bisa merasakan kedasyatannya melalui wahana rumah gempa. Dalam
wahana tersebut, pengunjung diberikan pengetahuan dan pengalaman bagamana
mensikapi dan bertindak ketika terjadi gempa bumi.
Beberapa wahana yang diuraikan merupakan sebagian contoh dari banyak wahana
yang secara nyata merupakan kolaborasi dari penyerapan dan penerapan teknologi didalam balutan tradisi muatan lokal
yang sangat kental.
Penutup
Mempertahankan kearifan lokal
atau tradisi tidak
selamanya berarti ketinggalan zaman. Demikian sebaliknya, menyerap semua
kemajuan ilmu pengetahuan tidak selamanya selalu membawa kemajuan. Taman Pintar berusaha menjembatani keharmonisan keduanya sehingga dapat membawa
kemajuan dan kemanfaatan bagi masyarakat.
Hal ini pula yang pernah disampaikan oleh Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta (Sultan Hamengkubuwono X) dalam sabdatama (nasihat) pada acara ulang
tahun ke 257 Kota Yogyakarta tanggal 8 Oktober 2013: “Untuk menjadi kota
humanis, setidaknya ada dua proses yaitu inkulturasi dan akulturasi.
Inkulturasi berarti semakin meresapi nilai-nilai tradisional dan mengingat jati
diri, Sedangkan akulturasi adalah toleransi terhadap masuknya unsur budaya
luar, jangan sampai merusak dan membuat lupa akan budaya sendiri, disamping
masyarakat juga harus selalu kreatif”.
Hal tersebut sangat senada dengan apa yang saat ini dilakukan Taman Pintar
dalam pengembangan aktifitas dan zona yang ada tetap berada dalam Koridor Kearifan
Lokal disamping sebagai Science Center
yang mencerdaskan dan menyenangkan.