Pak Anwas adalah sosok yang senang sekali menolong,
dalam hal sekecil apapun. Pernah, suatu sore ba'da asar, ada sibah-mbah sepuh
"nunut" duduk di teras depan warung ibu. Kebetulan bapak sedang ada
di warung, jaga (hihihi…) karena ibu belum pulang pengajian dan saya barusan
keluar bawa ember untuk menyiram pohon jambu dan melati di halaman yang hampir
setiap pagi berbunga. Melihat mbah mbah sepuh tadi, bapak meminta saya
mengambilkannya minum. Setelah minum dan ucapan terima kasih yang begitu tulus,
mbah mbah sepuh pamit dan beranjak pergi.
Waktu mbah sepuh pamit ke saya untuk melanjutkan
perjalanan, Bapak masih sibuk di dalam warung bukan karena melayani pembeli,
namun sibuk memasukan "belanjaan" ke tas kresek. Tiba-tiba bapak
keluar dari warung membawa tas kresek. Saya ditanya, "simbahe mau neng
endi nok?" "Dah pamit Pak..." jawab saya singkat. "Iki
dioyakke nggo simbahe yooo, durung adoh paling..." kata Bapak sambil
memberikan kantong kresek yang saya juga kurang tau pasti isinya apa, mungkin
beras, gula dan beberapa item lainnya, karena terasa cukup berat juga.
Alhamdulillah... karena saya masih sangat langsing pada waktu
itu, tersampaikan juga amanat Bapak, walau dengan sedikit berlari, karena
perjalanan beliau sudah lumayan jauh. Sepulangnya saya, ditanya, "sudah
dikasihkan Na...?" "sampun Pak, mbahnya bilang matursuwun
gitu Pak..." jawab saya. "Alhamdulillah..." jawab bapak
singkat sambil menyiram tanaman, menyelesaikan pekerjaan saya yang
tertunda tadi.
Tidak hanya sekali bapak berbuat demikian, Bapak
senang sekali memberi, tidak hanya ketika orang meminta, tanpa ada yang
meminta, kalau bagi bapak harus dibantu, dengan senang hati dan niat ikhlas
bapak akan memberikan bantuan. Pemberian bantuan tidak hanya bersifat materi,
kadang tenaga, nasihat, atau ilmu. Sifat bapak jauh dari kata
"perhitungan" atau transaksional, apalagi pelit. Apa-apa yang bisa
diberikan, diberikan dengan lapang dada dan keikhlasan.
Dan yang paling sering dilakukan adalah mengajak
teman-temannya makan. Entah itu mentraktir makan di sekolah atau di warung, dan
yang paling sering adalah mengajak makan di rumah. Karena menurut bapak,
masakan ibu adalah the best. Namun, untuk kebiasaan yang terakhir
inilah, yang sering buat ibu "ngomel", bukan karena tidak mau
menyajikan makanan, tapi "traktiran" mendadak di rumah jelas membuat
repot. Kalau di rumah pas ada makanan yang siap dihidangkan, sih nggak papa,
tapi kalau nggak ada, bisa dibayangkan betapa repotnya. Ditambah lagi, temen
yang akan diajak juga kadang tidak hanya 1 atau 2 oarng, bisa lebih dari 5
orang alias rombongan.
Ketika ibu sudah demikian, ucapan "in tanshurullāha yanshurkum wa yutsabbit aqdâmakum", "jika kamu menolong (agama) Allah,
niscaya Dia akan menolongmu", dari bapak menjadi penyelamat.
Dan ibu hanya bisa komentar,
"musuh, musuh ustadz ya angel".
"Ora angel, kuwi ajaranne
Nabi. Mengikuti ajaran Nabi berarti membela agamane Gusti Allah",
imbuh bapak sambil tertawa ngekek.
Dari Sa'ad bin Ubadah radhiyallahu 'anhu,
Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang memberi minum kepada orang
yang kehausan, Allah akan memberinya minum pada hari kiamat dari minuman
surga." (HR. Al-Baihaqi)
Rasulullah SAW juga bersabda, "Tidak ada
sedekah yang lebih utama daripada memberikan air minum." (HR. Ahmad)
Mungkin hadits inilah yang diamalkan Bapak, mengikuti
sunnah Rasulnya dalam hal sekecil apapun.
Untunglah ibu jago memasak,
apa-apa yang ada di kulkas bisa dijadikan masakan. Kalau ada jamuan
mendadak seperti itu, seringnya ibu memasak telur, paling gampang diolah
menjadi aneka masakan kata ibu. Bisa dibuat semur, didadar, masak balado, atau
kadang cukup telor ceplok saja sudah enak. Kadang ditambah mie instan rebus
yang digoreng ditambah sayuran yang ada di kulkas, tinggal dibeliin tahu Aci
khas Tegal yang rasanya gurih, enak. Komplit sudah jamuan yang
dihidangkan. Apabila kebetulan tidak
ada stock bahan mentah di kulkas, sayalah yang
si paling sering "disuruh" untuk belanja, dan sepeda BMX kuning
menjadi andalan untuk kesana kemari.
Begitulah bapak, sosok sederhana yang justru
lewat tindakan dan kebiasaan kecilnya mengajarkan makna besar tentang
memuliakan sesama. Dari bapak, saya belajar, bahwa kebaikan tidak perlu
menunggu waktu khusus atau tujuan
khusus, ketika kita memiliki segalanya atau berlebih. Islam mengajarkan
pada kita untuk berbuat baik pada siapapun, dan kebaikan itu tumbuh dari hati
yang lapang dan niat yang iklhlas. Maka biarlah keteladanan bapak menjadi
pengingat bagi kita untuk terus menebar kebaikan, sekecil apapun bentuknya,
walaupun itu hanya sebentuk senyum. Karena setiap uluran tangan akan menjadi
amal jariyah yang terus mengalir, yang insyaallah menjadi pemberat timbangan kelak
di yaumul akhir. (fie’)