Selasa, 25 November 2025

Tentang Pak Anwas #8: In tanshurullāha

Pak Anwas adalah sosok yang senang sekali menolong, dalam hal sekecil apapun. Pernah, suatu sore ba'da asar, ada sibah-mbah sepuh "nunut" duduk di teras depan warung ibu. Kebetulan bapak sedang ada di warung, jaga (hihihi…) karena ibu belum pulang pengajian dan saya barusan keluar bawa ember untuk menyiram pohon jambu dan melati di halaman yang hampir setiap pagi berbunga. Melihat mbah mbah sepuh tadi, bapak meminta saya mengambilkannya minum. Setelah minum dan ucapan terima kasih yang begitu tulus, mbah mbah sepuh pamit dan beranjak pergi. 

Waktu mbah sepuh pamit ke saya untuk melanjutkan perjalanan, Bapak masih sibuk di dalam warung bukan karena melayani pembeli, namun sibuk memasukan "belanjaan" ke tas kresek. Tiba-tiba bapak keluar dari warung membawa tas kresek. Saya ditanya, "simbahe mau neng endi nok?" "Dah pamit Pak..." jawab saya singkat. "Iki dioyakke nggo simbahe yooo, durung adoh paling..." kata Bapak sambil memberikan kantong kresek yang saya juga kurang tau pasti isinya apa, mungkin beras, gula dan beberapa item lainnya, karena terasa cukup berat juga. 

Alhamdulillah... karena saya masih sangat langsing pada waktu itu, tersampaikan juga amanat Bapak, walau dengan sedikit berlari, karena perjalanan beliau sudah lumayan jauh. Sepulangnya saya, ditanya, "sudah dikasihkan Na...?" "sampun Pak, mbahnya bilang matursuwun gitu Pak..." jawab saya. "Alhamdulillah..." jawab bapak singkat sambil  menyiram tanaman, menyelesaikan pekerjaan saya yang tertunda tadi.

Tidak hanya sekali bapak berbuat demikian, Bapak senang sekali memberi, tidak hanya ketika orang meminta, tanpa ada yang meminta, kalau bagi bapak harus dibantu, dengan senang hati dan niat ikhlas bapak akan memberikan bantuan. Pemberian bantuan tidak hanya bersifat materi, kadang tenaga, nasihat, atau ilmu. Sifat bapak jauh dari kata "perhitungan" atau transaksional, apalagi pelit. Apa-apa yang bisa diberikan, diberikan dengan lapang dada dan keikhlasan. 

Dan yang paling sering dilakukan adalah mengajak teman-temannya makan. Entah itu mentraktir makan di sekolah atau di warung, dan yang paling sering adalah mengajak makan di rumah. Karena menurut bapak, masakan ibu adalah the best. Namun, untuk kebiasaan yang terakhir inilah, yang sering buat ibu "ngomel", bukan karena tidak mau menyajikan makanan, tapi "traktiran" mendadak di rumah jelas membuat repot. Kalau di rumah pas ada makanan yang siap dihidangkan, sih nggak papa, tapi kalau nggak ada, bisa dibayangkan betapa repotnya. Ditambah lagi, temen yang akan diajak juga kadang tidak hanya 1 atau 2 oarng, bisa lebih dari 5 orang alias rombongan. 

Ketika ibu sudah demikian, ucapan "in tanshurullāha yanshurkum wa yutsabbit aqdâmakum", "jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu", dari bapak menjadi penyelamat.  

Dan ibu hanya bisa komentar, "musuh, musuh ustadz ya angel". 

"Ora angel, kuwi ajaranne Nabi. Mengikuti ajaran Nabi berarti membela agamane Gusti Allah", imbuh bapak sambil tertawa ngekek.

Dari Sa'ad bin Ubadah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang memberi minum kepada orang yang kehausan, Allah akan memberinya minum pada hari kiamat dari minuman surga." (HR. Al-Baihaqi)

Rasulullah SAW juga bersabda, "Tidak ada sedekah yang lebih utama daripada memberikan air minum." (HR. Ahmad)

Mungkin hadits inilah yang diamalkan Bapak, mengikuti sunnah Rasulnya dalam hal sekecil apapun.

Untunglah ibu jago memasak, apa-apa yang ada di kulkas bisa dijadikan masakan. Kalau ada jamuan mendadak seperti itu, seringnya ibu memasak telur, paling gampang diolah menjadi aneka masakan kata ibu. Bisa dibuat semur, didadar, masak balado, atau kadang cukup telor ceplok saja sudah enak. Kadang ditambah mie instan rebus yang digoreng ditambah sayuran yang ada di kulkas, tinggal dibeliin tahu Aci khas Tegal yang rasanya gurih, enak. Komplit sudah jamuan yang dihidangkan. Apabila kebetulan tidak ada stock bahan mentah di kulkas, sayalah yang si paling sering "disuruh" untuk belanja, dan sepeda BMX kuning menjadi andalan untuk kesana kemari.  

Begitulah bapak, sosok sederhana yang justru lewat tindakan dan kebiasaan kecilnya mengajarkan makna besar tentang memuliakan sesama. Dari bapak, saya belajar, bahwa kebaikan tidak perlu menunggu waktu khusus atau tujuan  khusus, ketika kita memiliki segalanya atau berlebih. Islam mengajarkan pada kita untuk berbuat baik pada siapapun, dan kebaikan itu tumbuh dari hati yang lapang dan niat yang iklhlas. Maka biarlah keteladanan bapak menjadi pengingat bagi kita untuk terus menebar kebaikan, sekecil apapun bentuknya, walaupun itu hanya sebentuk senyum. Karena setiap uluran tangan akan menjadi amal jariyah yang terus mengalir, yang insyaallah menjadi pemberat timbangan kelak di yaumul akhir. (fie’)

Tentang Pak Anwas #9: Islam Mengajarkan Demikian

  Sabah adalah negara bagian yang kami tempati ketika tinggal di Malaysia, tidak hanya di Kota Kinabalu, Ibukota negara Bagian Sabah, bebera...