Jumat, 23 Februari 2024

Ini Tentang Pak Anwas #5: Tanggalan Ramadhan



Pun ketika 33 tahun berlalu, sedih itu tetap tinggal.

Rasa kehilangan yang amat sangat.

Tatkala rindu akan nasihat masih tersisa.

Dan tak mau pergi.






Tiga minggu menjelang Ramadhan 1411 H pada suatu sore, mas mas takmir masjid dari selatan Kota Tegal mampir ke rumah, niat mau bertemu bapak. Saya yang pada saat itu sedang masak Indomie rasa ayam di ruangan sisi barat warung menjawab salam mas mas takmir dengan suara nyaring, kuatir tidak terdengar, karena sudah salam sampai dua kali. Setelah menyerahkan surat untuk bapak, karena bapak belum pulang dari sekolah, mas mas takmir pun pamit dengan pesan berupa harapan bapak dapat memenuhi undangan sebagai imam sekaligus ceramah atau kultum tarawih saat Ramadhan nanti.

Seperti tahun tahun sebelumnya, satu dua bulan menjelang Ramadhan, sudah banyak surat undangan berdatangan untuk mengisi kultum atau ceramah tarawih maupun subuh juga pengajian menjelang berbuka. Takut tidak dapat jadwal kayanya, sehingga jauh sebelum Ramadhan sudah dilayangkan surat, kalau agak terlambat surat datang, jadwal bapak sudah penuh, bingung pulak nanti untuk mencari pengganti. 

Dan yang masih bisa dijadwalkan, akan ditulis dan dibuat jadwal di kertas yang kemudian akan ditempel di dinding dekat meja kerja bapak. Karena bapak orangnya tertib dan rapi, tak cukup hanya dengan dengan melingkari angka-angka di “tanggalan” atau kalender sebagai pengingat, walau ada permintaan untuk mengisi tiap minggunya, kan lebih praktis kalau ditulis di tanggalan. Kasian kalau terlewat, ucap bapak ketika pernah meminta saya menuliskan jadwal tersebut dan untuk mengingat sementara, tanggalan di ruang makan tak lingkari. “Dicatet neng kertas sik ditempel neng dhuwur mejo nok…”. Tapi, “ah dasar aku”, sedikit ngeyel, “ditulis disini dulu Pak, ntar dipindah” “Weh ojo ditulis neng tanggalan… ndak lali, mesakke”.

Penuh satu bulan, jadwal bapak keliling dari satu surau ke surau lain, satu masjid ke masjid lain untuk memberikan ceramah, kalau lokasinya dekat, bapak akan berangkat sendiri, naik becak, tapi kalau agak jauh, akan dijemput dari takmir masjidnya, maklum, bapak tidak “berani” naik motor sendiri setelah pernah terjatuh pas di depan rumah ketika mengendarai motor. 

Namun pada Ramadhan 1411 H, Bapak tidak bisa memenuhi harapan mas mas takmir masjid dari selatan Kota Tegal, bukan karena jadwal bapak yang sudah penuh karena mas mas takmir masjid tidak bertemu langsung dengan bapak mengutarakan harapannya, bukan juga karena mas mas takmir masjid selatan Kota Tegal itu terlambat melayangkan surat. Begitu juga dengan permintaan pengajian dan undangan pengajian lainnya, walau permintaannya sudah tertulis rapi di kertas jadwal yang tertempel di dekat meja kerja bapak, Bapak tak mungkin akan datang naik becak atau dijemput motor takmir. Mungkin karena menurut Allah, tugas bapak untuk menyampaikan secuil dari ilmu-NYA sudah purna. (fie’)


Gantari: Pusat Unggulan Naskah Kuno di Perpustakaan Kota Yogyakarta

Selayang Pandang Pusat Unggulan Naskah Kuno Gantari , yang bernaung di bawah Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta, merupakan ini...